34

19.9K 2.2K 167
                                    

Zain mengajak Aryan untuk masuk ke dalam rumahnya. Ternyata para tetangga sudah pulang, hanya tinggal beberapa sanak saudara yang sedang bercengkerama.

"Zain, habis dari mana, Nak? Di hari bahagia Papa kok kamu malah ngilang? Sini dong, Papa masih kangen sama kamu." Nugraha memanggil Zain saat Zain sudah berada di depan pintu.

"Assalamualaikum." Aryan memberi salam.

"Waalaikumsalam." jawab orang-orang yang ada di dalam rumah, mereka sedang duduk di karpet di ruang tamu yang luas itu.

"Loh, ini bukannya calon pengantin? Kenapa malah berada di sini?" Ratih tampak bingung.

Aryan mendekat, lalu menyalami Nugraha dan mengatupkan tangannya di dada saat berada di depan Ratih untuk memberikan selamat kepada pengantin baru. Tak lupa pula, Aryan memanjatkan doa di depan keduanya.

"Saya hanya pemeran pengganti, Bu. Zain yang calon pengantin sesungguhnya." Ratih dan semua orang yang ada di ruangan itu terperangah mendengar perkataan Aryan.

"Maksudmu?" tanya Ardha, yang langsung tertarik dengan ucapan Aryan.

"Maafkan saya, saya tidak tau kalau gadis yang akan saya nikahi adalah gadis yang sama dengan yang sahabat saya cintai. Dari itu saya datang kemari untuk mengembalikan apa yang seharusnya tidak saya miliki," jelas Aryan.

Setelah mendengar penjelasan Aryan, Ratih langsung berhamburan memeluk Zain dengan perasaan bahagia.

"Selamat, Sayang ... selamat. Semoga kamu bahagia." Ratih memberikan ciuman yang bertubi-tubi kepada Zain.

"Terimakasih, Ma, apakah Mama merestui kami?" tanya Zain didalam pelukan Sang Mama.

"Mama merestui kalian, Nak. Sangat merestuinya." Ratih semakin mengeratkan pelukannya.

Melihat istrinya lama memeluk putra bungsunya, membuat Nugraha angkat bicara.

"Sudah dong, Ma ... peluk anaknya, bapaknya aja dari tadi belum dipeluk nih." Nugraha berbicara dengan wajah memelas.

Ratih dan semua yang ada di ruangan itu tertawa mendengar keluhan Nugraha.

"Papa, udah tua juga ... masih aja genit. Malu sama anak-anak, Pa," sahut Ratih setelah melepas pelukannya.

"Zain nggak lihat kok. Ya kan, Kak?" Zain pura-pura menutup wajahnya.

"Betul itu," timpal Ardha singkat.

"Zain, tapi kamu tidak punya fikiran untuk menikah hari ini kan?" tanya Nugraha masih dengan wajah memelasnya.

"Sayangnya aku akan melakukannya, Pa," jawab Zain menggoda papanya.

Nugraha menepuk jidadnya, "Kasihanilah pengantin baru ini, Zain. Papa juga pengen menikmati bulan madu Papa malam ini," ucap Nugraha dengan nada lemas, kepalanya disandarkan ke punggung Ratih.

"Papa, jangan egois dong. Inget penyakit, Pa." Ratih memperingatkan Nugraha sambil tersenyum malu kepada sanak saudara yang masih ada diruangan itu karna ucapan Nugraha yang blak-blakan.

"Papa sudah sembuh, Ma. Papa juga masih kuat kalau cuma tiga ronde," goda Nugraha sambil berbisik di telinga Ratih, tapi sayangnya Zain dan Ardha masih mendengarnya.

"Eghheem!!" Ardha berdeham keras, sedangkan Zain sudah tertawa melihat papa dan mamanya.

"Aku, bercanda, Pa. Aku tidak mau mengacaukan rencana yang sudah disusun di pesantren. Aku juga harus menjelaskan semuanya dulu kepada Kyai Sepuh," jelas Zain.

"Urusan Kyai Sepuh sudah beres, Zain. Ustadz Lutfi sudah menjelaskan semuanya kepada Kyai Sepuh. Aku juga tidak mengerti mengapa mereka sangat antusias sekali saat aku mengatakan akan membatalkan pernikahan ini. Beliau langsung pulang ke pesantren," terang Aryan.

LOVA {Tamat}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang