Ketiga preman itu menatap tajam Zain. "Siapa lo? Gua nggak ada urusannya sama elo!" Preman satu menunjuk Zain.
Zain tersenyum, tidak mungkin dia akan melawan preman-preman itu di dalam cafe Lova, bisa hancur semua barang-barang yang ada di kafe ini.
"Kita memang tidak ada urusan, tapi akan menjadi urusan kalau kalian berbuat onar di dalam cafe ini. Mari kita selesaikan di luar," sahut Zain yang berusaha untuk mengendalikan dirinya untuk tidak terpancing emosi.
Ketiga preman itu tertawa terbahak-bahak, hingga beberapa pengunjung dan pegawai kafe merasa ketakutan.
Sebagian pengunjung cafe mulai mendekat kearah sumber keributan, mencari tau apa yang terjadi. Suasana menjadi menegangkan. Marta yang baru saja sampai langsung berdiri di samping Zain. Cukup sulit bagi Marta untuk mengimbangi Zain yang lebih dulu berlari untuk menangani masalah di cafenya.
"Kenapa kalian pukul orang itu?" tanya Zain menunjuk pria yang masih terlihat kesakitan.
"Dia menghalangi kami untuk menemui pemilik kafe ini!" kata Preman itu lagi.
Marta sudah mau maju menghadapi preman itu, tapi tangan Marta dicekal oleh Zain. Marta ditarik ke belakang tubuhnya tanpa melepaskan genggaman tangan. Marta terkejut melihat tangannya yang digenggam erat oleh tangan Zain. Dipandanginya tangan itu, senyumnya merekah dan desiran aneh menjalar di tubuhnya.
"Gue cuma mau bicara sama Marta, nggak ada urusanya sama elo! Tapi kalau lo mau mati di sini, gue ladenin mau lo!" Preman satu bicara dengan angkuhnya.
"Urusan Marta, adalah urusanku. Pergi atau aku yang memaksa kalian untuk pegi dengan caraku!"
Preman mencibir, "Kau mau melawan kami? Sudah punya BPJS untuk biaya perawatan di rumah sakit!?" Preman dua gantian bicara.
Preman tiga cuma diam, memandang kedua temannya yang menunda-nunda urusannya.
Marta sudah mau maju, tapi Zain menengok ke samping dan menggelengkan kepalanya.
"Hadapi dulu saya, saya tidak mengizinkan kalian berbicara dengan Marta!" sentak Zain.
"Berani lo sama gua, hah!!" bentak preman satu.
Melihat suasana yang seakan kacau, Marta maju ke depan. Marta tahu sebenarnya siapa para preman itu. Tapi tangan Zain sedari tadi menahannya.
"Zain, biar aku urus mereka," pinta Marta.
"Aku tau kamu jagoan, Lov. Aku nggak rela kalau mereka sampai menyentuhmu walaupun seujung kuku." Zain memandang Marta, tampak kekhawatiran di wajah Zain.
Marta menggeleng perlahan. "Tenang, Zain. Aku kenal siapa mereka." Marta melepaskan genggaman tangan Zain, maju kedepan dan mengambil nampan yang dipegang oleh Waiters yang berdiri tidak jauh darinya.
KEPLAK!!
Nampan sudah mendarat di lengan preman satu.
"Mau apa kalian? Mau bikin rusuh di cafe gue, hah?!" Marta berkata dengan berkacak pinggang.
"Maaf, Bos. Kita cuma mau nganter si Sarmin," ucap preman satu sambil mengusap-usap lengannya, panas juga di tampol sama nampan kayu.
Ucapan preman itu membuat Zain dan para pengunjung lainnya tercengang. Tiga orang preman bisa takhluk hanya pada seorang gadis. Luar biasa Marta ini.
"Siapa Sarmin?" tanya Marta ketus.
"Dia, Bos." Preman dua menunjuk temannya, si preman tiga yang sedari tadi diam saja.
"Hahahaha ... badan tatoan, kuping dikasih anting berjejer kaya jemuran, kalung rante, rambut kaya sapu ijuk, tapi namanya Sarmin. Nggak keren, tau nggak!" Marta tertawa terpingkal-pingkal.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVA {Tamat}
RomanceEPISODE MASIH LENGKAP! Judul sebelumnya, KESUCIAN SANG JANDA. Jangan lupa follow sebelum baca ya... *** Menjadi janda di malam pertama bukanlah impian dari setiap wanita di dunia. Tapi Marta bersyukur, ia dapat mempertahankan kesuciannya saat suamin...