40

17.1K 1.6K 15
                                    

"Mas, Kak Ardha ke mana? Kok nggak tidur di rumah," tanya Marta yang sudah selesai berhanti pakaian memakai piyama rumahan. 

Zain menutup buku yang dibacanya, lalu menepuk sofa disebelahnya meminta istrinya untuk duduk. "Bukankah bagus kalau penghuni kamar sebelah tidak ada," jawab Zain dengan senyum jahilnya. 

Marta melirik suaminya. "Mas ...." 

Zain terkekeh, lalu membelai lembut rambut Marta. "Terimakasih, Sayang. Sudah hadir di kehidupanku. Sudah membuat kedua orang tuaku bersatu kembali. Aku merasa Allah sangat menyayangiku," ucap Zain. 

"Aku tidak berbuat apapun, Mas." Marta tampak bingung.

Zain lalu duduk menyamping, memandang wajah Marta. "Kamu memang tidak menyadarinya, tapi kamu adalah sumber kebahagiaan ini tercipta, Sayang." 

"Sudah, jangan terlalu dipikirin, nanti jadi pusing," ucap Zain lagi karna melihat istrinya hanya diam mencerna kata-katanya. 

"Ih ... jahat banget sih, walaupun aku nggak sepinter Alva, tapi aku selalu masuk peringkat tiga besar tauk." 

"Aku nggak bilang kamu nggak pinter."

"Tapi kamu tadi__"

Cup. Zain membungkam mulut istrinya dengan ciuman singkat.

"Aku nggak mau, hanya karna masalah sepele kita jadi berdebat. Aku ingin kita menghilangkan masalah yang kecil, dan mengecilkan masalah yang besar. Aku ingin membangun rumah tangga yang sakinah, mawadah, warohmah dan istiqomah. Yang artinya aku ingin rumah tangga yang kita jalani ini damai, tenang, tenteram dalam merajut cinta dan kasih sayang. Dan juga istiqomah yang berarti kuat dan teguh dalam pendirian untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga kita. Aku ingin menggapai surga-Nya Allah dalam rumah tangga kita bersamamu, Sayang." 

Kata-kata Zain membuat Marta memupuk air matanya, ia terharu dan bangga bisa mendapatkan suami yang sholeh seperti Zain. "Terimakasih telah memilihku, Mas. Bimbing aku bersamamu untuk mencari ridhonya Allah di dalam pernikahan kita." Marta memegang pipi Zain dengan tangan kanannya.

Zain meraih tangan Marta dan membawanya kedalam genggamannya. "Insya Allah, Sayang. Kita sama-sama belajar, ya. Yang terpenting satu hal yang ingin aku pesankan kepadamu, saling percaya. Karena kepercayaan adalah kunci dari sebuah keutuhan rumah tangga, Sayang," ucap Zain. 

Marta mengangguk, "Iya, Mas. Aku akan percaya padamu," jawab Marta. 

"Sayang ...."

"Ya, Mas?"

"Kapan rencananya kita akan ke pondok Darusalam untuk berpamitan?" tanya Zain. 

"Sepertinya setelah syukuran pernikahan saja, Mas." 

Zain mengangguk setuju. "Sekarang waktunya kita tidur. Besok kita harus pergi ke rumah papa Andi. Aku sudah tidak sabar ingin masuk ke dalam kamarmu." Zain menarik lembut tangan Istrinya dan membawanya menuju ke atas tempat tidur. 

"Memangnya kenapa dengan kamarku?"

"Penasaran saja, siapa tau ada poster orang ganteng di sana." Zain menaikkan kedua alisnya. 

"Kumat lagi kan, pedenya. Aku cubit nih." Marta sudah mengangkat tangan kanannya. 

"Jangan dong. Disun aja sih daripada dicubit," goda Zain. 

"Itu sih maunya kamu, Mas," sahut Marta yang lalu menyelimuti tubuhnya. 

"Memangnya kamu nggak mau?"

"Enggak!" Marta menarik selimutnya sampai kepalanya.

"Hahahahahaha." Zain tertawa puas telah berhasil menggoda istrinya. 

LOVA {Tamat}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang