Keesokan harinya, Zain mengajak Marta untuk memeriksakan kandungan pada dokter kandungan langganannya. Menurut Dokter, kondisi Marta dan bayinya sehat. Hanya, Marta tidak boleh terlalu lelah dan harus banyak mengkonsumsi makanan sehat. Zain dan Marta bernafas lega, mereka bisa pulang ke rumah dengan membawa kabar baik untuk kedua keluarga yang sejak kemarin berada di rumahnya. Hari ini kebetulan adalah hari libur nasional, jadi mereka semua terbebas dari tugas-tugas kantor. Hari libur ini mereka habiskan untuk berkumpul keluarga di rumah Zain dan Marta.
"Mas, mba Kara jadi dateng ke rumah nggak?" tanya Marta, mereka kini sedang berada di dalam mobil untuk pulang ke rumah.
"Belum tau, Sayang. Katanya sih jadi. Tadi pagi aku sudah menghubunginya, tapi katanya mau bertemu dulu dengan pembeli rumahnya untuk serah terima surat-surat rumah, begitu," jawab Zain, pandangan matanya menatap ke depan. Jalanan sedikit macet pada siang hari.
"Oooh," jawab Marta pendek. "Mba Kara beneran mau kembali dan menetap di Roma ya, Mas?" Marta mengatur posisi duduknya sedikit miring. Agar bisa dengan jelas melihat wajah tampan sang suami.
Zain mengangguk, ia memutar kemudi mobil ke parkiran mini market dekat rumahnya. "Sebentar ya, Sayang. Mau beli titipan mama." Zain melepas sabuk pengamannya.
"Mas, beliin eskrim ya," pinta Marta.
Zain tersenyum dan mengusap kepala Marta dengan gemas. "Iya, Sayang," jawabnya lalu segera keluar dan masuk ke dalam minimarket.
Marta kembali mengatur posisi duduknya menghadap ke depan. Ia lalu mengambil posel yang ditaruh di dalam tas selempangnya. Diotak-atiknya ponsel miliknya hingga menemukan nomor kontak milik Arkan dan segera melakukan panggilan. Tak lama menunggu, panggilan video sudah terhubung.
"Assalamualaikum, Kak Lova!"
"Waalaikumsalam, lagi ngapain, Dek?" tanya Marta tersenyum.
"Lagi pengen pulang, Kangen sama Kak Lova," jawab Arkan diujung telepon.
"Kamu jangan seenaknya kaya di sini. Kasihan sama Alva yang biayain kuliah kamu. Awas aja kalau sampe kamu nggak lulus nanti, kakak kawinin kamu sama Azka!" ancam Marta, ia tidak mau kalau adiknya hanya main-main kuliahnya.
Mendengar nama Azka disebut, Arkan lantas melengos. Hal itu membuat Marta tertawa. Marta memang sangat suka menggoda Arkan untuk dijodoh-jodohkan dengan Azka karna Arkan akan langsung terlihat kesal dijodohkan sama anak yang usianya lima tahun dibawahnya.
"Mending dijodohin sama tukang es dawet di pinggir jalan Kak, daripada dijodohin sama anak baru netes."
"Kamu kira Azka itu anak gajah. Baru netes, gedenya segitu?" protes Marta langsung.
Arkan malah jadi tertawa mendengar kakaknya menyebut Azka anak gajah. Badan kecil begitu dibilang anak gajah, sungguh aneh kakaknya itu memberi julukan.
Marta mengalihkan pandangan matanya dari layar ponsel. Ia melihat kearah pintu belakang mobil yang terbuka. "Beli apa, Mas?" Marta melihat kantong keresek yang dibawa Zain.
"Oh, ini. Mama nitip spagheety sama keju. Katanya mau bikin pasta," kata Zain sambil meletakan barang belanjaanya di jok belakang.
"Kok banyak belinya, Mas?" Dahi Marta berkerut.
"Kan nanti ada tamu, Sayang. Belum lagi ada Ismawan, Azka, Dokter Bima dan juga Kara. Katanya, mereka juga mau ke rumah nanti sore." Zain menutup pintu mobil. Lalu dengan cepat masuk ke mobil.
"Aku undang Dena juga ah, dia 'kan paling suka sama pasta," ucap Marta.
"Iya boleh, aku senang akan ada banyak orang di rumah kita." Zain tersenyum, lalu dengan cepat mencium pipi kanan Marta.
"Astagfirullah! Mata suciku ternoda!" pekik Arkan yang melihat adegan di layar ponselnya.
Zain melihat sumber suara, ternyata istrinya sedang melakukan panggilan video dengan Arkan.
"Assalamualaikum, Ar. Bagaimana kabar dan kuliahmu?" tanya Zain ramah kepada adik iparnya.
"Waalaikumsalam ... Alhamdulillah kabar baik Bang, kuliah juga lancar. Tapi ya gitu, harus serius belajarnya, soalnya dosennya pada nggak bisa diajak bercanda."
"Makanya, dulu kalau kuliah itu yang bener.," omel Marta yang sedang menikmati eskrimnya.
Zain hanya tersenyum, istrinya ini masih saja suka seenaknya kalau bicara.
"Bang Zain, aku baru tau kalau Abang itu jago balapan. Kapan-kapan bolehlah kita ngaspal bareng."
"Boleh, tapi di sirkuit ya. Jangan di jalanan," sahut Zain.
"Siap Bos!" Arkan berlagak memberi hormat. "Insha Allah, aku pulang pas liburan semester dua bulan lagi. Aku mau lihat Baby milyader launcing."
Marta lalu tertawa terbahak-bahak mendengar Arkan menyebut anaknya Baby Milyader.
"Lova ...."
Marta langsung diam mendengar peringatan dari Zain, "Eh, iya maaf."
"Sukurin dimarahin!" Arkan tertawa diatas penderitaan Marta.
***
Sesampainya di rumah, Zain memberikan kantong belanjaanya kepada Yuyun. Para orang tua langsung memberondong Zain dengan banyak pertanyaan seputar kehamilan Marta. Setelah mendapat penjelasan dari Zain, wajah-wajah penuh kecemasan meraka langsung berubah ceria.
"Alhamdulillah, kalau bisa melahirkan secara normal, semoga cucu dan menantuku semua selamat." Ratih mengusap perut Marta.
"Aamiin, semoga ya, Ma," sahut Marta.
"Ya sudah, kita sholat dzuhur dulu di masjid." Ardha bangkit dari duduknya, berjalan duluan meninggalkan orang-orang yang langsung diam tak bersuara.
"Sholat?" ucap hampir semua orang yang ada di sana. Mereka semua saling berpandangan.
"Pa, itu beneran Ardhana Vero Nugraha, putra kita?" Ratih bertanya penuh dengan keterkejutannya.
"Sepertinya, Ma ...." Nugraha menoleh dan mengangguk pelan.
"Apa sudah mau kiamat ya?" Alva juga tak kalah terkejutnya. Selama beberapa tahun menjadi asisten Ardha, tidak sekalipun Alva melihat Ardha menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim. Bahkan Alva sempat ragu kalau Ardha itu beragama islam. Jangankan untuk sholat, menyebut nama Tuhannya saja tidak pernah.
"Buruan berangkat! Mau kalian semua masuk neraka!" teriak Ardha. Ia sudah menunggu di pintu depan, tapi tidak seorangpun yang segera keluar.
"Cepat sana ... nanti yang udah niat tobat, malah nggak jadi, lagi." Marta mendorong tubuh Zain untuk bangun dari duduknya. Zain segera berlari ke kamar untuk berganti pakaian. Kemudian, Para lelaki bergegas berangkat ke masjid yang tidak jauh dari rumahnya, sedangkan para wanita melaksanakan sholat di rumah.
***
Marta tersenyum saat melihat lima orang lelaki dengan rambut yang sedikit basah, datang mendekat. Mereka semua telah selesai melaksanakan kewajibannya. Bagi Marta, tingkat ketampanan tertinggi bagi seorang pria adalah saat melihat laki-laki pulang dari masjid menggunakan baju koko, sarung dan kopiah yang melekat di kepala. Dan itu ada pada diri Zain, suaminya.
Marta mencium tangan Zain dan kedua papanya. Alva yang tangannya tidak dicium langsung mengulurkan tangannya.
"Cium tangan Kakaknya dulu, biar berkah."
Tapi dengan cepat Marta menampiknya. Marta yang sedang berdiri malah mengampiri Ardha.
"Kak Ardha, tadi baca surat Al fatihah nya lancar?" tanya Marta dengan polosnya.
****************
Petanyaan Marta bikin gemesh 😅😅

KAMU SEDANG MEMBACA
LOVA {Tamat}
RomanceEPISODE MASIH LENGKAP! Judul sebelumnya, KESUCIAN SANG JANDA. Jangan lupa follow sebelum baca ya... *** Menjadi janda di malam pertama bukanlah impian dari setiap wanita di dunia. Tapi Marta bersyukur, ia dapat mempertahankan kesuciannya saat suamin...