Tiba di rumah, Zain tidak langsung masuk ke kamarnya karena Ratih ingin berbicara empat mata dengannya. Dengan menggunakan isyarat tubuh, Zain meminta Ismawan untuk naik terlebih dahulu ke atas. Ismawan mengerti dan meninggalkan mereka berdua.
"Mama belum tidur?" tanya Zain.
Mereka sedang berada di ruang keluarga yang luas, masih satu ruangan dengan ruang tamu, hanya sofanya saja yang membedakannya.
"Nungguin anak ganteng Mama pulang. Sekarang suka keluyuran, ninggalin Mamanya sendirian di rumah," keluh Ratih.
Zain tersenyum dan memeluk Ratih, "Katanya pengen dicariin mantu? Ini Zain lagi usaha loh, Ma." Zain mengajak Ratih duduk.
"Bukankah dulu kamu bilang akan mengenalkannya pada Mama?" Ratih menagih janji anaknya.
"Mama mau ketemu dia?"
Ratih menggenggam tangan putranya. "Mama ingin tahu seperti apa wanita pilihan kamu, Nak. Kamu sudah besar, sudah bisa menentukan mana yang terbaik. Bagi Mama, siapapun yang kamu pilih Mama akan menyetujuinya, asalkan dia wanita sholehah, berakhlak baik, patuh kepada orang tua dan tentu saja dia mencintai anak Mama."
Zain terdiam, Marta memang baik tapi kadang suka susah untuk mengendalikan diri. Sholehah? Marta rajin sholat, tapi dia masih suka memakai pakaian yang terbuka. Zain menjadi ragu apakah Ratih akan merestui hubungan mereka berdua.
"Kudengar ... tadi Aisah datang kemari, Ma. Benarkah?" tanya Zain dan mendapat anggukan dari Ratih.
"Dia nangis-nangis dan cerita kalau kalian bertiga bertengkar. Kamu membela pacarmu dan itu membuat Aisah sedih," terang Ratih. "Mama sudah melarangmu untuk pacaran, kan?"
"Kami tidak pacaran, Ma," ralat Zain.
"Ya ... apapun itu namanya, yang jelas kalian berdua dekat. Kamu sudah melamarnya?"
Zain mengangguk. "Sudah, Ma."
Ratih menghela nafas panjang, "Kamu melamar seorang gadis tanpa memperkenalkannya kepada Mama, Nak? Seyakin apa dirimu hingga memilih wanita yang baru kamu kenal untuk menjadi istrimu? Pernikahan bukanlah suatu permainan apabila sudah bosan bisa dilepaskan begitu saja. Bukan seperti itu. Kamu lihat Mama dan Papamu, kami bercerai karna kesalahan yang kami buat."
Zain mengerti, ia cukup paham dengan masalah rumah tangga kedua orang tuanya.
"Insah Allah Zain akan selalu menjaga keutuhan rumah tangga Zain nantinya," tutur Zain.
"Mama paham, tapi ... melihat status dan masa lalunya juga penting, Zain."
Zain diam dan menyimak, ia tahu Mamanya belum selesai bicara.
"Nak ... sebisa mungkin carilah wanita yang masih berstatus gadis. Menikahi seorang janda akan membuat orang lain berpikir macam-macam dengan pernikahan kalian. Mama tidak mau keluarga kita malu karena keluarga besar kita mempersalahkan status istrimu sebelumnya."
Zain sangat paham. Keluarga besar Nugraha adalah orang-orang terpandang. Walaupun Zain tidak akan ambil pusing dengan apapun pemikiran mereka, tetapi ia harus menjaga perasaan Papanya. Zain tidak ingin kesehatan papanya terganggu karena mendengarkan hal-hal yang tidak baik.
"Apa Aisah yang memberitahukan kepada Mama tentang status Marta?"
Ratih mengangguk. "Apa benar dia seorang janda?" tanya Ratih menyelidik.
"Iya."
"Kamu mau menikahinya tanpa restu Mama?" tanya Ratih ingin memastikan.
Zain menggeleng dan menggenggam tangan Ratih kembali. "Zain akan menikah, jika Mama merestuinya."

KAMU SEDANG MEMBACA
LOVA {Tamat}
RomanceEPISODE MASIH LENGKAP! Judul sebelumnya, KESUCIAN SANG JANDA. Jangan lupa follow sebelum baca ya... *** Menjadi janda di malam pertama bukanlah impian dari setiap wanita di dunia. Tapi Marta bersyukur, ia dapat mempertahankan kesuciannya saat suamin...