Bahagia rasanya ketika melihat sebuah mobil memasuki halaman rumahnya, dari kaca depan terlihat seorang wanita yang tersenyum lebar tetapi dengan mata yang berkaca-kaca. Tanpa menunggu lama, Zain segera membuka pintu mobil saat mobil Ardha sudah berhenti di depan rumahnya.
Pelukan hangat Zain berikan kepada Marta, saat keduanya saling berhadapan. Tiada hal yang paling membahagiakan saat ini kecuali bisa melihat istrinya kembali sehat dan bisa tersenyum lagi kepadanya.
"Assalamualaikum, Ya habibati."
Marta tersenyum lebar mendengar Zain memanggilnya dengan panggilan sayang, "Waalaikum'salam, Ya Habibi." Marta menjawab.
"Kalau mau mesra-mesraan, masuk rumah sana! Aku bukan supir kalian." Si pemilik mobil protes kemudian memilih keluar dari mobil meninggalkan Zain dan Marta.
"Mama dan papa mana? Gak ikut?"
"Aku minta mereka pulang untuk beristirahat, Mas. Kasihan sudah berhari-hari nungguin aku di rumah sakit, pasti lelah," jawab Marta.
Zain kemudian mengajak Marta untuk masuk ke dalam rumahnya, tetapi Marta dengan manjanya minta digendong oleh Zain.
"Masih kuat nggak ya?" Zain tampak berfikir sambil melirik Marta yang dengan cepat mengerucutkan bibirnya. "Hahaha. Suamimu ini perkasa, Sayang. Kalau hanya menggendongmu ditambah anak kita, aku masih kuat," ucapnya lalu menggendong Marta dan menutup pintu mobil dengan satu kakinya.
"Woy! Mobil mahal itu!" teriak Ardha, tubuhnya bersandar pada gawang pintu. Ia tidak terima dengan ulah Zain yang menutup pintu mobilnya menggunakan kaki.
"Siapa dia, Sayang? Bujang lapuk ya?" Zain melirik Ardha dan langsung melewatinya begitu saja.
"Sial kau, Zain!" Ardha berjalan mengekori Zain masuk ke dalam rumah.
Zain lalu menurunkan Marta untuk duduk di sofa panjang ruang tengah atas permintaan Marta. "Beneran nggak mau di kamar saja?" tanya Zain, ia sibuk mengatur bantal sofa di panggung istrinya agar nyaman, kemudian Zain duduk memangku kaki Marta. Dipijatnya secara lembut kaki Marta yang sedikit membengkak karena tidak pernah digerakkan.
"Huh, kalian ini tidak malu bermesraan di hadapanku," keluh Ardha, ia duduk di sofa di depan Zain.
"Kalau halal kenapa harus malu, Kak. Kecuali kalau__"
"Aku sudah tobat." Ardha dengan cepat memotong ucapan Zain. Tangannya terulur membuka toples kaca berisi kacang di atas meja.
"Tobat kenapa?" tanya Marta dengan polosnya.
"Kau tahu kenapa Zain cemburu denganku?" tanya Ardha kepada Marta, dan Marta menggeleng sebagai jawaban kalau ia tidak mengetahui alasan sebenarnya.
"Suamimu itu, takut kalau istrinya ku culik." Ardha menjawab tanpa basa-basi.
"Aku gak sampai bepikiran ke sana, Kak," sanggah Zain.
"Gak kepikiran, tapi takut kan?" Ardha meluruskan, "Ya kali, aku ngembat adik iparku sendiri."
Zain tersenyum mendengarnya, "Maaf karena telah mencurigai Kak Ardha."
"Se brengsek-brengseknya aku jadi manusia, aku tidak pernah memaksa wanita untuk tidur denganku. Apalagi untuk urusan hati, aku tidak akan menyakiti wanita yang kucintai." Ardha melirik Marta yang secepat kilat menundukkan wajahnya.
"Kau tenang saja, aku lebih baik tidak menikah seumur hidupku daripada aku merebut kebahagiaanmu, Zain," tambah Ardha.
"Kak Ardha gak mau cari istri?" tanya Zain.
"Aku gak pandai memilih." Ardha menghela nafas pasrah.
"Kak Ardha dijodohkan saja dengan mba Kara. Mba Kara baik, cantik, dan juga pinter. Cocok tuh sama Kak Ardha." Ide cemerlang dari Marta membuat Ardha tersedak. Zain kemudian meminta asisten rumah tangganya untuk mengambilkan air putih untuk Ardha.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVA {Tamat}
RomanceEPISODE MASIH LENGKAP! Judul sebelumnya, KESUCIAN SANG JANDA. Jangan lupa follow sebelum baca ya... *** Menjadi janda di malam pertama bukanlah impian dari setiap wanita di dunia. Tapi Marta bersyukur, ia dapat mempertahankan kesuciannya saat suamin...