37

24.3K 1.8K 7
                                    

Zain menatap lekat wajah Marta yang berbaring di sampingnya. Menurut Zain, Marta terlihat lebih cantik malam ini. Zain memiringkan tubuhnya, satu tangannya menopang kepalanya dan satu lagi merapihkan rambut Marta yang tergerai di wajah sang istri. Senyum manis selalu terulas di bibir Zain, pandangan mata yang teduh itu berubah menjadi tatapan penuh rindu. Betapa Zain sangat merindukan wajah wanita yang sudah sah menjadi istrinya ini.

"Aku seperti bermimpi bisa menikah dengan wanita secantik dirimu," ucap Zain sambil terus memandang wajah Marta.

"Emang cinta banget ya, sama aku?"

Zain mengangguk tanpa ragu. "Dulu, aku hanya bisa memandangmu dari jauh, jangankan bermimpi menjadi suami, bisa berkenalan denganmu saja aku tidak pernah bermimpi," tutur Zain.

"Karena ketakutanmu?" tebak Marta, dan menadapat anggukan dari Zain.

"Hidupku terlalu kacau saat itu, dan ternyata benar kan, aku benar-benar terluka setelahnya."

Marta menangkup wajah Zain dan memandangnya lekat-lekat, "Maaf karena sudah dua kali aku menghianatimu. Tapi kamu jangan khawatir, benteng pertahanan cintaku sudah kuat dan gak akan mudah dirobohkan oleh siapapun."

Zain terkekeh mendengar penuturan Marta, "Aku percaya, Sayang. Maaf juga, kemarin mengabaikanmu waktu kamu datang ke rumahku, aku tidak bisa keluar karena orang tuaku sedang melangsungkan akad nikah."

Marta mengangguk mengerti mendengar penjelasan Zain. "Oh iya, kenapa Ustadz Aryan bisa membatalkan pernikahannya dan menggantikannya denganmu?" tanya Marta yang masih penasaran.

"Itu karena banyak orang yang sayang sama kita. Mereka ingin kita bahagia, Sayang."

"Masih belum ngerti." Marta menggeleng.

Zain tersenyum dan berkata, "aku dan Arya adalah sahabat, dan kami sudah berjanji kalau kami tidak akan mencintai orang yang sama. Jadi, saat Aryan tahu kalau aku sudah mencintaimu sejak lama, dia mengembalikanmu kepadaku," jelas Zain.

Marta mengangguk, sekarang ia paham kenapa Aryan bisa merelakannya untuk menikah dengan Zain..

"Memangnya kamu gak tau kalau aku yang akan menikahimu?" tanya Zain.

"Mereka semua merasahasiakan dariku. Lebih parahnya lagi, Arkan dibelikan mobil sama Alva biar gak buka mulut. Bener-bener terlalu mereka," sungut Marta.

"Alva berbuat seperti itu?" Zain melihat Marta meminta jawaban, Marta pun mengangguk. "Aku kira Alva akan menentang pernikahan ini karena tahu akulah orang yang melukaimu," lanjut Zain.

"Zain, Alva adalah orang pertama yang tidak setuju aku menikah dengan Aryan, dia berulang kali memintaku untuk berpikir," terang Marta.

"Kenapa kamu tidak melakukannya? Kamu gak benar-benar mencintaiku?" Zain pura-pura merajuk.

"Karna aku terlanjur menerima lamaran Aryan. Aku sebelumnya menyangka kalau kamu sudah menikah dengan Aisah, jadi aku sudah tidak punya harapan lagi padamu. Bahkan selama di pesantren, aku terus saja memikirkanmu walaupun aku tahu aku berdosa karena memikirkan suami orang lain," keluh Marta.

Zain tersenyum mendengarnya. "Mau tahu itu karena apa?"

"Apa?"

"Karena setiap malam aku menyebut namamu dalam doaku."

Pipi Marta bersemu mendengarnya, Marta lalu menutupi wajahnya karena malu. Zain terkekeh melihat tingkah Marta yang malu-malu hingga membuat Zain gemas.

"Cewek gahar bisa malu-malu juga rupanya. Jadi makin cintaaa," goda Zain hingga membuat Marta memberikan cubitan kecil di pinggang Zain.

"Aaaduuuhhh ... ampun ... Sayang. Ganas amat sih istriku ini." Zain mencubit gemas pipi Marta dan kemudian tertawa karena wajah Marta berubah menjadi kesal.

LOVA {Tamat}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang