39

16.5K 1.7K 15
                                    

Setelah satu jam berkendara karena jalanan sedikit macet, Zain akhirnya sampai ke sebuah alamat yang dikirimkan oleh Ismawan. Sebenarnya tadi ia merasa bingung harus izin keluar rumah kepada Marta, khawatir meninggalkan Marta di rumahnya yang masih terasa asing untuk istrinya. Tapi Ratih meyakinkannya, kalau Marta akan baik-baik saja di sana. Lagi pula, Zain melihat sikap Ratih yang terlihat sangat menyayangi Marta, membuat Zain cukup tenang meninggalkan Marta sesaat.

"Lama banget, Zain. Mentang-mentang pengantin baru, ngamar teruuuuss," goda Ismawan. Ia menghampiri Zain saat keluar dari mobil.

"Memang nggak bisa besok lagi lihat rumahnya? Sudah tahu lagi penganten baru, malah dipisahin," sahut Zain kesal sambil melihat sekelilig rumah. Halamannya luas dan ada pohon Angsana yang sedang berbunga berwarna kuning. Membuat rumah itu terasa sejuk.

"Yang subuh-subuh tadi telpon gue terus nyuruh gue nyariin rumah siapa?" Ismawan mengingatkan kejadian tadi subuh, saat Zain tiba-tiba minta dicarikan rumah untuk tempat tinggal. "Untung gue langsung pasang status di Whatsapp kalau gue lagi cari rumah besar dan ternyata banyak yang kasih info rumah dijual ke gue. Setelah seharian ini gue survey dan cari-cari informasi, rumah ini yang paling strategis tempatnya, paling besar juga dan masih baru," sahut Ismawan mengantar Zain untuk masuk kedalam rumah.

Mereka memasuki rumah yang masih terlihat berantakan itu, rumah baru yang tidak diteruskan pembangunannya. Ismawan menjelaskan kalau pemilik rumah ini mempunyai hutang yang besar kepada bank swasta dan usahanya mengalami kebangkrutan, sehingga rumah yang sedang dibangun terpaksa dihentikan dan dijual untuk melunasi hutang-hutangnya.

"Sudah kau selidiki latar belakang rumah ini, Wan?" Zain melihat-lihat ke dalam rumah, luas dan juga bentuk rumahnya ia suka.

"Aman, Bos. Surat-surat dan asal usul bangunan ini sudah gue periksa. Material yang dipakai juga sudah gue tanyakan kepada tukang bangunannya. Mereka bilang, bangunan ini memakai bahan yang berkualitas, Bos. Gue juga sudah menghubungi Alva untuk menyelidiki latar belakang rumah ini, dan sudah gue pastikan rumah ini bukan rumah dari mantan suami Mba bos Marta," lapor Ismawan.

"Good!" sahut Zain sambil menaiki tangga. Ada dua kamar yang besar di atas dan satu ruangan juga yang lebih besar di sana. Zain berdiri di balkon salah satu kamar, memandang ke depan, lalu dia kembali lagi mengecek satu persatu ruangan itu.

"Aku suka rumah ini. Segera urus pembayarannya yang sudah disepakati. Nanti kamu konsultasi ke Alva mengenai cat warna rumah dan perabotan seperti apa yang Lova sukai. Aku ingin memberikan kejutan untuk istriku. Pastikan percepat pengerjaan rumah ini, aku ingin menempatinya dalam waktu dekat," perintah Zain.

"Beres, Bos. Kalau berurusan dengan Mba boss Marta, Alva jadi jinak ke gue." Ismawan tesenyum lebar.

Zain hanya tersenyum mendengarnya. Setelah puas melihat-lihat calon rumah barunya itu. Zain memutuskan untuk pulang ke rumah. Ia sudah merindukan istrinya walaupun belum lama berpisah. Maklum lah yaaa, pengantin baru mah gitu.

Selepas sholat magrib, Zain tiba di rumah besar milik Nugraha, disusul oleh Ismawan yang mengendarai mobil milik Ratih. Zain mencari Marta di dalam kamarnya. Teryata Marta sedang duduk di kursi balkon, memandang jauh ke depan.

"Suami mengucap salam tapi tidak dijawab, ngelamunin apa sih, Sayangku ini?" Zain sudah berada di samping Marta.

Marta tersentak, ia tadi sedang melamun. "Eh, Mas, sudah pulang? Maaf, aku tadi lagi kepikiran sesuatu," jawab Marta lalu meraih tangan Zain dan menciumnya.

"Mikirin apa hayo? Baru juga pisah sudah kangen aja," goda Zain

"Siapa juga yang kangen." Marta cemberut. Tapi pandangannya kembali melihat kearah lain lagi.

LOVA {Tamat}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang