44

12.3K 1.4K 8
                                    

Karna ini adalah rumah baru, belum ada bahan makanan yang bisa di olah di rumah mereka. Jadi untuk makan siang, Zain memutuskan untuk memesan makanan lewat online saja. Selesai makan siang, Ismawan mengetik undangan untuk acara syukuran rumah yang akan dilaksanakan besok sore. Rencananya, Zain akan mengundang tetangga sekitar dan menyantuni anak-anak yatim sebuah panti asuhan yatim piatu.

"Zain, ini udah fix ya undangannya segini?" Ismawan menuliskan jumlah kertas yang akan di-print.

"Sudah. Kalau anak-anak yatim kan kita undang kepala yayasannya saja." Zain melihat ke layar monitor.

"Mas, ini mau diisi berapa-berapa buat santunan?" tanya Marta, ia akan mengisi amplop untuk santunan anak yatim.

"Dibagi rata saja, Sayang," jawab Zain.

"Banyak banget, Bang?" celetuk Azka. "Aku juga anak yatim, dapet juga kan?" Mata Azka berbinar melihat beberapa lembar uang kertas dimasukan ke dalam satu amplop.

"Lo jadi cadangan. Kalau sisa ya dapet, kalau nggak sisa gigit jari lo," sahut Ismawan.

"Yaaah, Abang. Tambahin kenapa jumlah anak yatimnya buat Azka ...." Azka berkata dengan wajah memelas.

"Nggak boleh, itu namanya KKN," tolak Ismawan, ia merapihkan kertas yang sudah di-print.

"Nih lipat, terus masukin ke sini." Ismawan menyodorkan tumpukan kertas-kertas hasil print-annya dan amplop panjang kepada Azka.

"Kerjaannya aja banyak, tapi nggak dapet jatah," gerutu Azka sambil menarik kertas dari tangan Ismawan dengan cepat.

Marta tersenyum, "Kerjakan dengan cepat, nanti sore aku akan ajak kamu shooping," sahut Marta hingga membuat Azka tersenyum lebar.

"Beneran, Mba?"

"Iya."

"Kita berdua?"

Marta mengangguk.

"Eh, mana bisa gitu?" Zain menoleh cepat kearah Marta. "Aku antar, Sayang," sambungnya lalu menghentikan kegiatannya menulis nama-nama tamu yang akan diundang.

"Kamu 'kan mau ke panti dulu buat antar undangan dan juga mau ke rumah ustadz juga 'kan? Lagipula aku mau belanja kebutuhan rumah aja, Mas. Untuk urusan konsumsi, kita kan catering ... jadi nggak terlalu repot juga." Marta mengingatkan suaminya yang terlihat cemas.

"Aku telpon Alva buat nemenin kalian ya?" usul Zain.

"Nggak usah, Mas. Aku udah biasa kok pergi sendiri. Deket juga 'kan, cuma tiga puluh menit dari sini," tolak Marta. Marta membayangkan bagaimana garingnya kalau Marta jalan dengan Alva. Mau minta tolong Arkan, pasti Arkan sibuk di cafe karena ini malam minggu.

Akhirnya dengan perdebatan antara Marta dan Zain, Martalah yang menang. Ia bersama dengan Azka berbelanja ke supermaket besar di salah satu mall di kotanya. Sebelum belanja kebutuhan rumah tangga, Marta mengajak Azka untuk belanja baju baru untuk Azka. Tentu saja Azka senang sekali mendapat hadiah dari istri bos kakaknya itu. Doa-doa baik ia panjatkan dengan tulus untuk keluarga Marta.

"Kamu ambil juga kebutuhan buat rumahmu, Az ... nanti biar sekalian Mba yang bayarin," perintah Marta dan Azka mengangguk senang. Mereka sedang mendorong troly masing-masing memasuki lorong-lorong dengan rak-rak tinggi yang berjajar rapih.

"Mba, Bang Zain itu cinta banget ya kayanya sama Mba Marta? Romantis lagi orangnya." Azka senyum-senyum sendiri membayangkan bagaimana sikap Zain terhadap Marta hingga membuat Marta tersenyum.

"Iya, Azka ... aku beruntung dapat suami dia?" ucap Marta, ia sedang mengambil peralatan pembersih rumah dan memasukan ke dalam troli.

"Aku juga mau punya suami yang romantis kaya' Bang Zain ... aaah." Azka ikut-ikutan memasukan barang kedalam troly belanjaannya.

LOVA {Tamat}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang