22

16.8K 1.8K 98
                                    

Selesai sholat dan juga makan siang, Zain dan Marta kembali ke rumah sakit. Tetapi karena belum ada kabar dari Arkan maupun Ismawan, Zain mengajak Marta untuk duduk di sekitaran taman.

"Sudah baikan?" Zain bertanya kepada Marta yang sedari tadi diam saja.

Bohong jika Marta mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja. Ia masih terlalu takut mendengar kabar buruk yang akan menimpa Aisah.

"Lova ...." panggil Zain lembut.

"Iya, Zain?" Marta menoleh.

"Kamu cantik, tapi_"

"Tapi aku belum mencintaimu, nggak tau kalau nanti sore, tunggu ajah. Itukan yang mau kamu bilang Zain? Isi dari novelnya Pidi Baiq aku udah khatam." Marta memotong kata-kata Zain.

Zain terkekeh melihat ekspresi Marta yang cemberut. Padahal bukan itu yang akan dikatakannya. Marta ini memang sok tahu, tapi Zain suka. 

"Kalau Al Quran sudah khatam belum?" tanya Zain lagi.

"Kelas lima SD aku khatam Al Quran. Memangnya kenapa?" Marta balik bertanya.

"Oh, ya? Berarti selamat. Kamu masuk kriteria calon istri dari Arroyan Zain Nugraha," ucap Zain menepuk dadanya.

"Emangnya ... kriteria calon istrimu seperti apa?" Marta menatap mata Zain dengan sendu.

Zain tersenyum mendengar pertanyaan Marta.

"Memangnya kenapa, Lova? Kamu tidak perlu berubah menjadi indomie agar kamu menjadi seleraku. Cukup jadi Alviandra Martatilova. Karna aku menyukai apa yang ada pada dirimu. Kemarin, hari ini, esok, dan seterusnya," tutur Zain.

Jawaban Zain membuat Marta tersenyum. Apa-apaan, dirinya disamakan dengan mie instan tiga ribuan.

"Terkadang aku ini mikir, apa pantes aku bersanding denganmu." Marta memindai tubuh Zain. "Lihat dirimu. Kamu punya segalanya, wajah ganteng, kaya sudah pasti, sholeh, dikagumi sama wanita-wanita sholehah, tapi malah ngejar-ngejar aku yang ... kaya gini ...."  

"Kaya gini gimana? Kamu istimewa buatku." Zain berkata.

Marta tertawa masam. "Istimewa karna gagal menikah di malam pertama?"

"Mungkin salah satunya." Zain menatap mata wanita yang duduk di depannya itu dalam-dalam. "Karna malam itu, menjadi titik awal harapanku yang sebelumnya telah pupus."

Marta mengernyit, bingung dengan kalimat yang dilontarkan oleh Pria yang tiba-tiba berdiri itu.

"Yuk masuk!" ajak Zain.

Marta masih enggan untuk berdiri. "Kasih tau dulu sebelumnya itu maksudnya apa, Zain? Penasaran nih ...."

"Jangan, ah. Nanti kamu malah makin cinta padaku." Zain mengerlingkan matanya.

"Siapa juga yang cinta? Jangan kepedean!" Marta melengos, tapi sudut bibirnya melengkung.

Zain membungkukan sedikit badannya lalu berkata dengan suara pelan. "Bukankah kamu pernah mengakuinya? Katamu cuma aku yang selalu ada di hatimu."

"Zain!" Marta mendorong pelan tubuh Zain ke belakang, ia risih karena jarak mereka terlalu dekat, dan itu membuat Zain tertawa.

"Dah ayo masuk. Aku takut kalau kita duduk di sini lama-lama, banyak laki-laki yang iri padaku."

"Iri kenapa?" Marta celingukan melihat sekeliling.

"Karna aku bisa duduk berdua sama wanita sebaik dan secantik kamu," jawab Zain yang sontak membuat Marta tersipu malu.

LOVA {Tamat}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang