57

11.1K 1.3K 22
                                    

Pesawat yang ditumpangi Zain dan Ismawan mendarat di Bandara Internasional Leonardo da Vinci, Roma. Perjalanan lebih dari lima belas jam itu harus ditempuh demi sebuah misi membawa pulang sang peracik obat.

Tujuan mereka adalah Vista Cupola House, apartement yang Kara tempati. Tetapi karena hari sudah malam, Zain dan Ismawan memutuskan untuk mencari hotel di sekitar jalan Via Aurelia, Roma. Tidak jauh dari apartemen Kara.

Zain dan Ismawan memutuskan untuk beristirahat terlebih dahulu, memulihkan tenaga mereka yang terbuang beberapa hari ini. Walaupun mereka sudah beristirahat di pesawat, tapi tetap saja tidak senyaman bila tidur di atas kasur. Mereka terlelap dalam buaian malam di Roma.

***

Pagi hari di kota Roma, Zain dan Ismawan sudah berada di alamat yang dituju. Sesampainya di depan pintu apartemen, Zain menjadi ragu untuk menekan bel. Tetapi saat bayangan wajah Marta terlintas di pikirannya, Zain menguatkan tekadnya kembali. Hanya satu harapannya, semoga pemilik apartemen itu benar orang yang mereka cari.

Seorang wanita paruh baya, berkewarganegaraan Indonesia membuka pintu sesaat setelah Zain menekan tombol bel di samping pintu. Zain mengenali wanita itu, dia adalah pembantu di rumah Baron. Rumah Baron memang terpisah dari markas. Zain sempat beberapa kali ke rumah Baron, tapi Zain tidak pernah bertemu dengan Kara. Zain hanya bertemu dengan Muna, pembantunya.

"Assalamualaikum, Mbok. Masih ingat saya?" sapa Zain ramah.

Muna nampak berfikir, "Sepertinya pernah lihat, di mana ya?" Muna menggaruk kepalanya.

"Saya Zain, Mbok. Mantan anak buah Bang Baron," jelas Zain.

Muna tersenyum lebar,"Oalah, Zain. Masya Allah ... Mbok lupa. Maaf ya. Maklum, sudah tua." Muna langsung menyambut tamu jauh itu dengan ramah, mempersilahkan Zain dan Ismawan untuk masuk ke dalam ruang tamu.

"Ada apa perlu apa to, Nak Zain ini datang jauh-jauh dari indonesia?" tanya Muna setelah meletakkan dua gelas minuman dan satu piring kue di meja tamu.

"Saya ada perlu dengan Karamina, Mbok. Bisa saya bertemu dengannya?" Zain langsung mengutarakan maksud dan tujuannya.

"Neng Kara sedang ke luar, biasa ... jalan-jalan pagi bersama Vero," jawab Muna.

Dahi Zain berkerut, "Vero siapa, Mbok?" tanya Zain.

Belum sempat Muna menjawab, Kara datang bersama seorang anak laki-laki berumur sekitar dua tahunan tertidur di gendongannya.

"Assalamualaikum." Kara mengucapkan salam.

"Waalaikumsalam," jawab Zain, Ismawan dan Muna secara bersamaan.

"Siapa ya?" tanya Kara. 

"Saya ... Zain. Dulu kita pernah bertemu di bandara. Waktu itu, istri saya yang menemukan dompet Anda di toilet," terang Zain.

Kara nampak mengingat-ingat sesuatu, lalu senyum manis mengembang di bibirnya. "Oh iya, saya ingat. Istri Anda bernama ... Marta 'kan?" tebaknya.

"Benar." Zain menjawab dengan singkat sembari tersenyum. 

Kara lalu pamit untuk masuk ke dalam kamar, mengantarkan anak kecil itu untuk tidur di kamarnya. Setelah berganti pakaian, Kara ke luar dan kembali menemui Zain.

"Jadi, ada keperluan apa Anda jauh-jauh datang ke mari?" Kara cukup penasaran atas kedatangan Zain yang secara mendadak.  "Roma cukup luas, bagaimana bisa dengan mudah Anda menemukan saya?" tanya Kara. Ia duduk di sofa bekas duduk Muna yang telah kembali ke dapur untuk menyiapkan makanan untuk tamunya. "Apa Bang Baron yang mengutus Anda?"

"Sebelumnya saya meminta maaf jika kedatangan kami mengganggu waktu Nona Kara." Zain menjeda kalimatnya. "Saya datang kemari membawa dua kabar, dua-duanya kabar yang kurang baik," sambung Zain lagi.

LOVA {Tamat}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang