53

11.1K 1.2K 11
                                    

"Lalu nasib adek gue bagaimana?" tanya Ismawan, ia tidak melihat Azka sedari tadi.

"Kemal! Bawa kemari gadis itu!" teriak Baron.

Laki-laki yang dipanggil Baron datang mendekat membawa serta Azka dengan tubuh terikat dan mulut tertutup lakban. Kemal lalu mendorongnya hingga Azka terjatuh di hadapan Ismawan dan Zain.

"Azka!!" teriak Ismawan lalu berlari menghampiri adiknya, tangannya dengan cepat melapas ikatan di tangan dan lakban yang menutup mulut Azka.

"Abang ... Azka takut, Bang." Azka menangis memeluk Ismawan dengan tubuh gemetar.

"Sudah jangan takut, ada gue di sini," kata Ismawan menenangkan Azka, padahal Ismawan juga tak kalah takutnya.

"Azka takut dibunuh, Bang ... kaya nenek-nenek tua tadi ..." tangis Azka makin pecah.

"Itu karena dia cerewet! Sudah bau tanah, tapi banyak omong. Bikin susah!" kata Baron.

"Bang!" sentak Zain. "Kenapa Abang semakin kejam?"

Tawa Baron menggelegar memenuhi setiap sudut ruangan. "Kau belum mengenalku sepenuhnya, Zain." Baron kemudian menatap tajam Ismawan dan Azka. "Kalian cepatlah pergi dari sini! Ingat, nyawa istri Zain dalam bahaya. Akan kutambah dosis racun itu untuk mempercepat kematiannya kalau sampai ada orang yang tau tempat ini selain kalian berdua!" Baron menunjuk Ismawan dan Azka. Ancamannya tidak main-main.

Zain menggelengkan kepalanya, "Jangan lakukan itu, Bang," pinta Zain.

"Baik, kami tidak akan bicara pada siapapun," jawab Ismawan takut.

"Kau pergilah, Wan ... kalau keluargaku atau keluarga Lova bertanya ke mana aku pergi, katakan saja kami kami sedang berlibur," ucap Zain lirih.

Ismawan lalu memeluk Zain, mencoba untuk memberikan kekuatan. "Semoga Marta dilindungi oleh Allah."

"Aamiin, terima kasih, Wan. Titip perusahaanku. Maaf harus merepotkanmu lagi."

Ismawan mengangguk, lalu pergi dari tempat tersembunyi itu. Kembali ke rumah dengan mengunci rapat-rapat mulutnya.

***

"Bodoh!! Siapa yang melakukan ini pada saudaraku!!" Alva berteriak frustrasi saat mendapat laporan dari anak buahnya kalau Marta diculik.

"Maaf, Tuan Alva ... kami sudah berusaha mengejar, tapi kami dihadang oleh dua motor dan mereka menahan kami agar kami tidak bisa mengejar mobil yang membawa nona Marta," jelas anak buah Alva yang sebelumnya sudah mendapatkan pukulan dari Alva atas kecerobohannya.

"Kalian mengenal mereka?" tanya Ardha kepada Heri dan Robi.

"Sepertinya anak buah Baron, Tuan," jawab Heri.

"Baron? Bukankah dia hanya bos para penjambret dan balap liar?" tanya Alva.

"Itu hanya kedok, Tuan. Baron lebih kejam dari yang kita tahu. Dia seorang Mafia yang menguasai dunia balap liar, narkoba, dan perdagangan racun berbahaya. Mereka suka melakukan pemerkosaan kepada wanita-wanita yang suka melewati jalanan di dekat markasnya. Mereka juga membunuh tanpa ampun dan menjual organ tubuhnya di pasar gelap." jelas Robi.

"Bagaimana kalian bisa tahu?" selidik Alva.

"Adik saya pernah bergabung dalam dunia balap liar milik Baron, Tuan. Dan adik saya mengatakan kalau ...." Robi tidak dapat melanjutkan kata-katanya.

"Kalau apa?" tanya Alva.

"Tuan Zain pernah menjadi anak buah Baron, dan juga orang kesayangan Baron yang akan dijadikan penerusnya. Tuan Zain adalah raja jalananan yang selalu menang dalam balap liar. Tapi Tuan Zain keluar dari geng itu. Walaupun Baron mengizinkan, tapi saya yakin Baron tidak akan melepaskan Tuan Zain begitu saja." Robi memberikan penjelasan. Wajahnya menunduk dan ada kesedihan di raut wajahnya.

LOVA {Tamat}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang