Ektra part 2

16.1K 1.5K 16
                                    

"Mas, berangkat ke kantor jam berapa?" tanya Marta. Ia telah selesai memandikan dan kini sedang menggantikan pakaian untuk baby Varo.

Zain tersenyum melihat istrinya yang sudah  lincah merawat bayi. Bimbingan dari Ratih dan Ayu setelah melahirkan, membuat Marta mengerti caranya merawat bayi yang baru lahir.

"Nanti saja, Sayang. Hari ini jadwal kantor tidak begitu padat. Ada Ismawan juga yang sudah kembali masuk kerja. Tapi sebelum berangkat, mereka akan mampir ke rumah kita dulu, Sayang."

"Memangnya bang Isma sudah pulang dari kampung istrinya, Mas?" tanya Marta.

"Sudah tiga hari yang lalu, Sayang," sahut Zain.

Ismawan memang sudah menikah satu minggu yang lalu di kampung halaman Tria. Marta tidak ikut, hanya Zain dan keluarga Nugraha yang mengantarkan Ismawan sebagai perwakilan mempelai pria dikarenakan Ismawan sudah yatim piatu dan tidak punya sanak saudara.

"Mas, tolong ambilin sarung tangannya di laci paling atas, tadi kelupaan soalnya," pinta Marta.

Zain menganggukkan kepalanya dan kemudian berjalan menuju kamar bayi yang berada di sebelah kamar dan terhubung langsung dengan kamarnya.

"Ini, Sayang." Zain mengulurkan sarung tangan bayi kepada Marta. Inilah alasan Zain memilih datang terlambat ke kantor kalau pekerjaan tidak begitu padat.

"Kalau begitu, aku mandi dulu ya, Mas. Titip Varo, ajak ke luar dulu buat berjemur." Marta menggendong Varo dan memberikannya kepada Zain.

Zain yang awalnya takut untuk menggendong bayi, sekarang sudah berani. Zain malahan yang lebih aktif mengajak baby Varo berbicara atau melantunkan ayat suci Al Quran dan sholawat Nabi.

"Ya Nabi ... salam 'alaika
Ya Rosul ... salam 'alaika
Ya Habib ... salam 'alaika
Sholawatullah 'alaika"

"Asyroqul badru 'alaina
Fakhtafal minhul baduruu
Mitsla husnik maa ro'aina
Khottu ya wajha sururii"

Zain melantunkan Sholawat dengan sangat merdu, ia mengajarkan kepada putranya agar dekat dengan Tuhan-Nya sedini mungkin.

"Tuan, ada tamu yang mencari, Tuan." Erna datang mendekat saat Zain sedang berada di samping rumah untuk mengajak anaknya berjemur.

"Suruh datang kemari," ucap Zain tanpa mengalihkan pandangannya dari bayi yang berada digendongannya.

"Baik, Tuan." Erna masuk kembali ke dalam rumah.

Ismawan datang mendekat kearah Zain.

"Hot Daddy!" seru Ismawan dengan wajah sumringah.

"Ku timpuk kau kalau anakku nangis mendengar suaramu." Zain melihat Ismawan sudah berdiri di hadapannya.

"Sorry, sorry, Zain. Gue cuma nganter bini gue buat ketemu sama anak lo." Ismawan duduk di dekat Zain.

"Bukannya kamu juga sudah punya anak?" goda Zain.

"Ya itu mah beda, Bos."

Ismawan melirik Tria yang sedang berjalan mendekat bersamaan dengan Marta dan seorang anak perempuan kecil berusia tiga tahun. Rupanya Tria tadi menunggu Marta di bawah tangga.

"Bapaaaaaak!" Nora si anak perempuan berlari menghampiri Ismawan.

"Kok Bapak lagi? Panggil Ayah. Aa-yaaah," sahut Ismawan.

"Ayyyaaaahhhhh." Nora menirukan panggilannya kepada Ismawan.

"Loh, Tria, anak kecil itu siapa?" tanya Marta. Mereka kini sudah duduk di bangku samping rumah. Baby Varo diambil alih dan diletakkan ke dalam box bayi yang sengaja disiapkan juga di sana.

"Aku belum cerita ya, Sayang?" tanya Zain.

Marta menggeleng.

"Maaf Sayang, aku lupa. Ismawan ini beruntung sekali, Sayang. Dia Buy one get one," kata Zain.

"Maksudnya?" tanya Marta belum mengerti.

"Gue nikah sama emaknya, bonus anaknya, Mba," sahut Ismawan. Tria yang duduk di sebelah Ismawan mengangguk dan tersenyum malu.

"Benar begitu, Tria?" Marta masih belum yakin dengan apa yang didengarnya. Marta melihat tubuh Tria masih bagus, tidak terlihat wanita yang sudah pernah melahirkan.

Tria mengangguk, "Benar Nona, saya janda beranak satu. Ibu saya sudah sakit-sakitan di kampung, kasihan kalau saya terus menitipkan Nora kepada ibu saya. Saya awalnya tidak menyangka kalau Mas Awan mau menerima saya apa adanya. Saat saya mengatakan kalau saya janda, Mas Awan langsung berniat menikahi saya, Nona," jelas Tria.

"Kamu beruntung, Tria. Ismawan orang baik. Berulang kali keluarga kami dibantu olehnya. Insha Allah dia orang yang bertanggung jawab." Marta melirik Ismawan yang sedang mengajak anak sambungnya melihat baby Varo.

"Aamiin." Tria menjawab.

"Ibuuuuk! Nolaaaa mahu dedee taayaa dyiniiii ... Syepuluuuuh," Nora loncat loncat sambil menunjukan sepuluh jarinya.

"Hahahaha ... tambahin dua lagi, Nola. Jadi dua belas." Marta menimpali celotehan Nora.

"Mahuuuu mahuuu ... Nola Mahuuu dua beyyaaaas, biaal laame lumahnyaaa."

"Tuh, Wan. Anakmu minta adek selusin," ucap Zain.

"Gue sih seneng-seneng aja bikinnya, Bos. Ya nggak, Beib?" Ismawan merangkul Tria.

"Jijik banget aku denger panggilanmu, Wan." Zain bergidik.

"Kan biar romantis," ucap Ismawan.

Sedangkan Marta sudah tertawa terpingkal pingkal saat mendengar Ismawan memanggil Tria dengan panggilan Beib. Bukan karna tidak pantas, tapi karna Nora yang membisikkan sesuatu di telinganya.

"Byiibbiiiii, Bapaak panggil panggil ibuuuuk macaaa bebbbeekkk."

Marta tepok jidat dipanggil bibi sama Nora.

Bersambung....

****************

LOVA {Tamat}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang