50

13.7K 1.4K 20
                                    


Di ruang Presdir perusahaan milik Ardha.

"Lova hamil, Bos." Alva memberikan informasi kepada Ardha.

Ardha mendongak. "Kau sedang menagihku, Al?" tanya Ardha.

"Anda tidak perlu melakukannya, Zain pasti akan menolak pemberian dari Anda," kata Alva.

Terdengar hembusan nafas berat dari Ardha. "Aku memberi untuk keponakanku, Al." Ardha tetap pada pendiriannya.

"Tapi saya tidak akan bisa memaksa mereka, kalau mereka sampai menolaknya," sahut Alva.

Ardha menganggukkan kepalanya. Lalu kembali lagi memeriksa berkas-berkas yang akan ditandatanganinya. "Ternyata, adikmu membawa dampak besar pada diriku, Al." Ardha tersenyum.

"Maksud, Anda?"

Ardha menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi kebesarannya. "Sejak hari itu, aku sudah tidak pernah menyeret wanita ke apartemenku."

"Anda ingin bertobat?"

Ardha mengangkat kedua bahunya, "aku tidak tahu. Aku hanya merasa hambar saat melihat wanita-wanita di club malam. Mereka sudah tidak punya daya tarik lagi di mataku."

"Mungkin Anda harus menemukan orang yang tepat, yang bisa mencintai dan bisa memberikan sentuhan yang tulus untuk, Anda. Bukan karena nafsu dan uang."

"Apa pantas aku mendapatkannya? Sedangkan diriku saja tidak sesuci itu. Aku tidak tahu, apakah akan ada orang yang bisa memberiku ketulusan cinta seperti Marta yang tulus mencintai adikku. Aku rasa sekarang ini sudah jarang wanita yang tidak memandang orang lain karena hartanya." Ardha tersenyum masam membayangkan wanita-wanita yang selalu menemaninya adalah hanya karena uang.

"Coba Anda ingat-ingat, apakah selama Anda tidur dengan banyak wanita, ada salah satu wanita yang melayani Anda dengan cara yang berbeda?" tanya Alva.

"Semua wanita yang mendatangiku, demi uang," jawab Ardha.

Ardha tersentak saat mengingat salah satu teman kencannya, "Ada, Al!" seru Ardha. "Dia tidak seperti wanita lain saat bersamaku."

"Maksud, Anda, dia melakukannya atas dasar cinta?" Alva memastikan.

Ardha mengangguk. "Dia melakukannya dengan sepenuh hati. Aku pernah melihat tatapan mata yang sama seperti Marta menatap mata Zain. Tatapan mata penuh cinta," kata Ardha.

"Benarkah? Siapa dia?"

"Kau mengenalnya."

"Karamina? Gadis pemilik liontin yang ada di kamar Anda." Alva memastikan.

Ardha mengangguk, "Mungkin dia sengaja meninggalkannya."

"Apa aku harus mencarinya?"

Ardha menggelengkan kepala. "Biarkan waktu yang membawaku bertemu dengannya. Kalau seandainya kami bertemu dan dia belum menikah, ku yakin dia memang mencintaiku." Ardha memandang ke langit-langit kamarnya.

"Sudah empat tahun," gumam Alva, yang juga mengingat salah satu orang yang pernah dikenalnya di masa lalu.

"Kara .. apa alasanmu sebenarnya menyerahkan kesucianmu kepada laki-laki brengsek macam diriku?" Kedua pria itu tenggelam dalam pikiran masing-masing.

***
Ayu sudah sampai di rumah Marta bersama dengan Dena yang kebetulan akan pergi dan mempunyai tujuan yang searah. Tetapi saat sampai di rumah Zain dan Marta, putri dan menantunya belum pulang dari klinik. Sembari menunggu Marta pulang, Ayu menyiapkan makan siang dibantu oleh Yuyun dan Dena.

"Assalamualaikum ...." Marta memberi salam saat masuk ke dalam rumah.

"Waalaikumsalam. Marta." Ayu berlari memeluk dan menciumi wajah Marta bertubi-tubi. "Kamu akan jadi seorang ibu, Nak. Mama sangat bahagia akan memiliki cucu." Ayu tersenyum bahagia.

LOVA {Tamat}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang