10

22.9K 2.3K 44
                                    

Di kamar Marta.

"Udah dibilangin bukan siapa-siapa, nggak percaya banget sih!" Marta keukeh dengan pendiriannya. Sudah lima kali Arkan menanyakan hal yang sama berulang-ulang tentang status Zain terhadap dirinya.

"Kalau bukan siapa-siapa, kenapa tadi dia nyanyi lagu romantis banget? Hayooo ...." Arkan masih terus meneror Marta karena melihat Zain bernyanyi dengan tatapan mata yang tidak pernah pernah lepas memandang wajah Marta.

"Ya mana Kakak tau! Mulut, mulut dia! Mata, mata dia. Kenapa kamu yang rewel!" Marta semakin kesal karna adiknya terus saja mengekorinya.

"Yang tadi itu, gebetannya Ka Lova, ya?"

"Ngawur, kamu! Bukan!" Marta duduk di atas kasur dan Arkan mengikutinya.

"Terus siapa? Tenang aja, nggak aku bocorin kok. Siapa sih dia?" cecar Arkan menyenggol tubuh Marta dengan lengannya. "Kalau gak mau ngaku, aku mau di sini terus, gak mau pergi!" ancamnya.

"Yang ngasih bunga restoran kemarin," jawab Marta terpaksa jujur.

"Ooh ... yang ada tulisan bahasa arab, terus Kakak foto!? " seru Arkan dengan keras.

Marta sontak membungkam mulut adiknya. Bila kedengaran sama Alva, bisa berabe urusannya.

Benar saja, suara Arkan yang melengking membuat Alva yang kebetulan lewat di depan kamar Marta langung berbelok dan masuk karena memang pintunya tidak tertutup. Nyali Arkan langsung menciut mendapat tatapan tajam dari kakaknya.

"Nggak usah kepo! Sana! sana!" Marta mengibas-ngibaskan tangannya mengusir Alva.

Alva mendengus, ia lalu bersandar gawang pintu. Memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Kemeja hitamnya di gulung sampai siku. Sepertinya, Alva baru pulang kerja.

"Siapa laki-laki yang menemuimu tadi di cafe?" tanya Alva tanpa basa-basi.

Mati! Mati! Mati

Marta lupa kalau di Cafe Lova ada cctv yang terhubung langsung di smartphone milik Alva. Alva bisa memantau cafenya kapanpun dan dimanapun.

"Bukan urusanmu, Al!" jawab Marta ketus menutupi kegugupannya.

"Tadi itu cowok yang__ hemmmbb." Arkan tidak menyelesaikan ucapannya karna mulutnya dibekap oleh Marta.

"Kamu mau orang itu babak belur dihajar Alva seperti teman-teman Kakak yang berniat mendekati Kakak dulu?" bisik Marta kepada Arkan tapi masih didengar oleh Alva.

Alva tersenyum mengejek. "Itu karna orang-orang bodoh itu adalah pria-pria brengsek. Kalau aku tidak pandai-pandai menjagamu, pasti keperawananmu itu sudah hilang sejak dulu!"

Marta melepaskan bekapan tangannya di mulut Arkan. Lalu mengambil bantal dan melemparkannya ke arah Alva. Alva yang sigap, menangkis lemparan bantal dari Marta dengan sebelah tangannya.

"Mulutmu itu perlu diamplas biar nggak kasar kalo ngomong! Kamu pikir aku tidak bisa jaga diri, hingga aku mau sukarela menyerahkan tubuhku pada orang yang belum halal bagiku?!" Marta kesal mendengar kata-kata Alva.

"Ya mungkin saja, kamu tiba-tiba bodoh mau meminum atau makan makanan yang sudah diberi obat perangsang," cibir Alva.

"Kayanya kamu perlu di-ruqiah juga deh, Al. Biar otak sama hatimu tidak berpikiran buruk tentang orang lain!" balas Marta .

"Kamu nggak tau saja, bagaimana kejamnya dunia di luar sana, Va!"

"Shuuuuut! Diam! Kamu cerewet sekali, Al!" Marta meletakkan jari telunjuknya di bibirnya.

Alva menghembuskan nafas kasar. Ia tahu, tidak ada gunanya berdebat dengan saudara kembarnya itu.

"Jangan terlalu dekat dulu dengannya. Aku yakin dia tidak berniat jahat padamu. Hanya saja aku tidak mau, kamu dan dia terlibat masalah nantinya. Terlalu merepotkan untukku," ucap Alva yang lalu pergi ke kamarnya sendiri.

LOVA {Tamat}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang