51

13.1K 1.4K 26
                                    

Keributan tadi siang diakhiri dengan permintaan maaf Ismawan yang salah faham atas apa yang didengarnya di kamar Zain dan Marta. Walaupun tidak menjelaskan secara rinci apa yang terjadi, Marta mengakui kalau ia bersalah telah merajuk kepada suaminya, dan telah membuat Zain menjerit kesakitan.

"Jangan begitu lagi ya, Nak. Kasihan suami kamu dicubit sampai biru begitu," nasihat Ayu kepada Marta.

Marta mengangguk, "Maaf ya, Mas ... sudah bikin kamu kesakitan kaya gitu," sesal Marta.

"Tidak apa-apa, Sayang. Kamu nggak marah lagi aja, itu sudah cukup buatku." Zain tersenyum.

"Gila ya ... so sweet banget pasangan ini," sahut Azka yang kemudian mengaduh karena mendapatkan jitakan di kepalanya.

"Bang, sakit, ih! Cium, nih!" ancam Azka tanpa malu-malu. 

"Bocah masih bau minyak telon, diem, atau gue ceburin lo ke kolam!" ancam Arkan.

Walau manyun, Azka terpaksa menutup mulutnya. Karena tidak mau mengganggu perkumpulan orang-orang dewasa, Azka pamit untuk main ayunan di luar rumah.

Sebenarnya, keluarga besar mereka berkumpul sekarang atas permintaan dari Ardha yang ingin menyampaikan suatu berita penting. Mendengar kehamilan adik iparnya, Ardha segera meminta Alva untuk mengurus semua berkas pelimpahan harta pribadi miliknya yang sebagian akan diberikan kepada calon keponakannya. Awalnya Alva tidak setuju, tetapi Ardha meyakinkan kalau itu murni hadiah untuk calon buah hati Zain dan Marta, dan sebagai tanda kalau dirinya akan menutup hatinya untuk Marta. Ardha sadar, cintanya tidak akan bisa dilanjutkan, dan kalau dia berjuang, akan menyakiti hati banyak orang.

"Aku mengucapkan selamat untuk Zain dan Marta, karena kalian berdua sebentar lagi akan diberikan keturunan." Ardha membuka suara.

"Terima kasih, Kak," sahut Zain dan Marta bersamaan.

Alva lalu meletakkan map berisi surat-surat penting ke atas meja.
"Silahkan dibaca, dan ditandatangani." 

"Ini apa, Al?" tanya Marta penasaran.

"Makanya dibaca, Nyonya," jawab Alva. Marta malah tertawa mendengar Alva meledeknya dengan panggilan 'Nyonya.' 

"Dikata Nyonya Menir," gumam Marta. Kemudian Marta membuka map tersebut dan membacanya. 

Tangan Marta bergetar setelah selesai membaca, membuat map yang dipegangnya jatuh ke bawah. Zain lalu mengambil map tersebut dan membacanya. Walaupun tak seperti Marta, Zain juga cukup terkejut dengan semua tulisan yang ada di dalam surat tersebut.

"Kak, kami berterimakasih atas kemurahan hati Kakak, tapi kami rasa tidak perlu Kakak memberikan semua ini kepada calon anak kami yang bahkan belum lahir ke dunia." Zain meletakkan dengan pelan map itu diatas meja. Karena penasaran, Nugraha mengambilnya dan membacanya.

"Aku hanya menepati janjiku pada Alva," sahut Ardha.

"Janji?" Marta menyahut. "Kamu bikin ulah apa, Yang Mulia Raja?" Marta menatap saudara kembarnya dengan tatapan sinis.

"Bos Ardha hanya berjanji kalau kamu punya anak, sebagian hartanya akan diberikan kepada anakmu," Alva menyahut.

Mendengar ucapan Alva, orang-orang yang tidak membaca surat penting dari Ardha terkejut, bahkan Ismawan yang sedang memeriksa ulang berkas yang tadi sudah ditandatangani oleh Zain dimeja lain pun turut menghentikan aktifitasnya.

"Anak belum lahir aja, udah jadi milyader. Apa kabar dengan gue yang sudah hidup 27 tahun di dunia." Ismawan bergumam.

"Kakak tidak perlu melakukan hal ini." Zain berusaha menolak pemberian Ardha secara halus.

LOVA {Tamat}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang