🌺🌺🌺
"Mbak bangun. Sudah sampai." Supir taksi menggoyang-goyangkan kaki Marta karena sedari tadi dipanggil, Marta tidak bangun juga.
"Sudah sampai ya?" Marta balik bertanya.
"Sudah, Mbak. Itukan rumahnya?"
Marta mengukuti kemana arah rumah yang ditunjuk oleh supir taksi. Rumah dengan dua lantai itu tempatnya pulang. Marta tidak segera turun, ia malah menangis meratapi nasib buruknya malam ini. Marta memikirkan betapa malunya keluarganya nanti. Baru sehari mereka melepaskan putrinya, kini ia sudah kembali kepada orang tuanya lagi.
Marta mengucapkan terimakasih setelah supir taksi menurunkan kopernya. Ternyata ia baru menyadari kalau dirinya tidak membawa uang sama sekali. Bibir Marta mengucapkan terima kasih kepada pemuda yang tadi menolongnya. Walaupun tidak mendengar, Marta yakin doa baik akan sampai kepada pemilik kebaikan.
Marta masih menatapi pagar rumahnya. Rumah berlantai dua itu masih menyala terang. Yang artinya keluarganya masih belum tidur. Marta menghela nafas, lalu berjalan menarik kopernya membuka pagar rumahnya. Rupanya belum dikunci. Dengan ragu-ragu Marta mengetuk pintu berwarna coklat tua itu.
Tok! Tok! Tok!
Tiga kali mengetuk pintu, Marta melihat hordeng jendela disingkap oleh seseorang dari dalam.
"Sebentaaaar!" Terdengar sahutan dari dalam rumah. Suaranya terdengar penuh kecemasan.
Pintu ruang tamu terbuka, tampak berdiri seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik di usia yang sudah tidak muda lagi. Dengan raut wajah yang kebingungan Ayu nenatap putrinya yang berdiri di hadapannya, masih memakai gaun pengantin dan .... sebuah koper.
"Mamaaaaaaa!" Marta menghamburkan diri memeluk mamanya. Ia menangis, menumpahkan segala beban di hatinya.
Ayu yang masih bingung dengan apa yang terjadi dengan putrinya, hanya bisa memeluk dan membelai lembut rambut Marta. "Menangislah bila itu bisa meringankan beban di hatimu, Sayang. Kami di sini ... keluargamu. Tempat kamu kembali," ucap Ayu lembut menenangkan putrinya yang sedang kacau.
"Bagas laki-laki brengsek! Aku mau cerai aja sama diaaaaa." Marta masih menangis sesegukan.
Ayu tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya, ia tau kondisi putrinya sedang tidak baik-baik saja. Setelah agak tenang, Ayu membawa Marta duduk di sofa ruang keluarga.
Andi yang mendengar suara wanita menangis, segera keluar dari kamar yang memang letaknya di sebelah ruang keluarga. Andi Masih memakai celana panjang dan kemeja. Rupanya belum lama mereka sampai di rumah.
"Ada apa ini? Kenapa kamu pulang kemari, Nak? Di mana suamimu?" Andi berjalan mendekati Marta yang duduk tertunduk.
"Papa, sabar. Tanyanya satu-satu." Ayu memperingatkan suaminya.
"Loh ... Kak Lova? Kok pulang ke rumah? Kakak kabur karna takut malam pertama ya?" Tiba-tiba Arkan datang dari arah samping rumah. Lalu mendudukkan bokongnya di samping Marta. Arkan memang memanggil Marta dengan panggilan Lova. Panggilan sayang katanya.
"Diem, kamu, Ar!" Marta menatap adiknya, tapi sesaat ia ingat sesuatu.
"Ar, tadi kamu kasih kode ke aku maksudnya ini?" tanya Marta.
"Tepat sekali." Arkan menjentikkan jarinya di depan wajah Marta. "Ternyata Kak Lova cukup pandai membaca situasi," puji Arkan.
"Lalu bantuan yang kamu maksud, pemuda naik motor yang kasih aku tumpangan taksi?"
Arkan malah bingung dengan pertanyaan Marta. "Bukan. Ituy orangnya Kak Alva mungkin," tebak Arkan asal.
"Terus tadi kamu bilang bantuan itu apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVA {Tamat}
RomanceEPISODE MASIH LENGKAP! Judul sebelumnya, KESUCIAN SANG JANDA. Jangan lupa follow sebelum baca ya... *** Menjadi janda di malam pertama bukanlah impian dari setiap wanita di dunia. Tapi Marta bersyukur, ia dapat mempertahankan kesuciannya saat suamin...