29

15.7K 1.7K 50
                                    

"Al, tolong maafkan putriku, dan terimakasih telah menolongnya, Umi Aisah ingin berbicara denganmu." Ustadz Lutfi menyusul Alva ke rumah. 

Awalnya Alva tidak mau pergi, tetapi Andi meminta Alva untuk datang menemui Uminya Aisah. 

"Bisakah saya pergi sendiri, Pak Ustadz?" 

Ustadz Lutfi mengerti, dan membiarkan Alva pergi ke rumahnya seorang diri. Ustadz Lutfi menunggu di rumah Andi dan keduanya terlihat sedang membicarakan sesuatu yang serius.

"Ada apa Bu Hana ingin bertemu denganku?" tanya Alva setelah sampai di rumah Aisah lagi.

"Aku hanya ingin mendengar dari mulutmu kalau kalian tidak melakukan apapun malam itu."

"Bu Hana, bukankah sudah mendengar dari mulut Aisah? Anda meragukan pengakuannya?"

Bu Hana melihat putrinya yang menunduk. "Aku hanya ingin memastikan siapa orang yang seharusnya bertanggung jawab."

"Maaf, saya tidak mau menikahi wanita yang mencintai pria lain." Alva akan pergi tetapi suara Aisah menghentikan langkah kakinya.

"Kak Alva, aku minta maaf!" seru Aisah.

"Sudah kukatakan, kalau aku tidak akan pernah memaafkanmu, jika kau tidak meminta maaf kepada Lova! Aku menyesal dulu mengizinkan Lova untuk bersahabat denganmu. Lova hanya berniat menjagamu, tapi kau tidak pernah tulus dengannya. Kau memakinya, kau menamparnya dan kau mengatakan orang yang telah berjasa padamu adalah seorang janda murahan!!  Kalian memang tidak punya otak!!!" maki Alva yang lalu membalikan badan berjalan menuju pintu keluar.

"Al, kamu harus bertanggung jawab terhadap Aisah. Tidak mungkin kamu tidak melakukan apapun kepada Aisah!"

Alva berhenti, lalu berbalik badan menyunggingkan senyum licik di bibirnya. 

"Anda pikir saya adalah ban serep? Setelah ditolak oleh Nyonya Ratih lantas Anda meminta saya untuk menikahi anak Anda? Anggap saja sentuhan saya hanya sebagai amal baik karena telah menolong putri Anda dari pengaruh obat itu. Saya tidak mendapatkan keuntungan apapun dari kejadian itu. Justru saya yang rugi, karena kepala saya hampir pecah menahan gejolak nafsu yang tidak bisa saya salurkan. Saya pria normal yang akan bergairah ketika melihat wanita telanjang bulat di depan saya dengan desahan-desahan erotisnya." Vulgar sekali Alva menjabarkan keadaan Aisah saat itu. Semakin membuat Aisah tidak punya muka karena sangat malu dengan Alva.

"Kamu sudah menyentuhnya, aku tidak terima putriku dimanfaatkan olehmu!" ucap Bu Hana.

"Katakan apa yang terjadi, agar orang tuamu tidak menganggapku telah memperkosamu, Sah." Alva mendesak Aisah.

"Kak Alva tidak melakukan apapun, Umi. Jangan meminta tanggung jawab kepadanya." Aisah menatap Uminya.

"Nak, tapi kamu _"

"Sudah Isa katakan, Isa gak mau menikah dengan Kak Alva. kenapa Umi gak paham juga!" Aisah mengambil tongkatnya dan pergi ke kamarnya, meninggalkan Alva yang geram dan menatap Aisah dengan tatapan yang sulit diartikan.

***

Hari-hari terakhir di kantor Ardha, dimanfaatkan Zain untuk lebih serius belajar. Semua tugas yang diberikan oleh Arda, Zain selesaikan dengan sangat baik dan dengan hasil yang memuaskan. Kantor Zain sudah hampir siap, kalau jadwal tidak meleset, seminggu lagi sudah bisa ditempati. 

Di ruangan milik Ardha, Zain dan Alva telah selesai membahas hasil rapat tadi. Alva kembali dari luar kota karena Ardha pergi ke luar negeri untuk menemui Papanya. Sebagai tangan kanan Tuan Ardha, Alva selalu memiliki wewenang penuh atas keputusan-keputusan yang menguntungkan perusahaan.

LOVA {Tamat}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang