03

38K 3.5K 35
                                    

🌺🌺🌺

Langit gelap perlahan terbungkus sinar matahari pagi. Cahayanya menembus celah-celah dedauanan yang mengahalangi sinarnya. Kicauan burung yang bertengger di atas pohon, bernyanyi saling bersahutan.  Suaranya begitu riang menyambut sang fajar, mereka tidak pernah khawatir akan rezeki yang pasti sudah disiapkan oleh Sang Pencipta.  

Semilir angin pagi menggesek dedaunan, mengusik burung-burung hingga mereka terbang mencari makan. Hordeng tipis di kamar Marta mengayun seirama dengan hembusan angin yang membelai lembut pemilik rambut panjang yang sedang menatap langit pagi. 

Selepas sholat subuh tadi, Marta tidak sedikitpun beranjak dari tempat favorit di balkon kamarnya. Di atas sebuah kursi santai berbahan rotan yang mengantung pada tiang penyangga, Marta menikmati pagi ini. Nyaman dan terasa menenangkan. Ia lupakan sejenak masalah berat dalam hidupnya, biarlah semua mengalir begitu saja. Mungkin ini adalah cara Tuhan untuk membuatnya mendewasakan diri. 

Hari ini Marta putuskan untuk berlari pagi. Seperti hari-hari sebelum menikah, Marta selalu menyempatkan diri untuk berlari mengelilingi taman kota bersama dua saudaranya saat weekend tiba. Tetapi karena ini hari senin, Marta harus melakukan olah raga itu seorang diri. Arkan pergi ke kampus, sedangkan Alva pergi bekerja.

"Sarapan dulu, Sayang. Mama sudah masak nasi goreng seafood kesukaan kamu." Ayu menghampiri putrinya yang tengah sibuk memakai sepatu di ruang keluarga.

"Maafin Marta ya, Ma. Gak bantuin mama pagi ini," ucap Marta menatap wajah teduh mamanya. Sudah menjadi kebiasaan Marta, selalu bangun pagi dan membantu Ayu menyiapkan sarapan sebelum berangkat kerja. Sebenarnya ada wanita setengah baya yang diperbantukan di rumah ini, tapi untuk memasak makanan keluarga, Ayu sering kali melakukannya sendiri. 

Ayu tersenyum dan mengusap punggung Marta, "Gak apa. Kan ada Bi Diah. Mama juga gak masak banyak, tadi kesiangan bangunnya."

"Pasti karna masalah Marta semalem," tebak Marta. Tangannya melingkar di pinggang Mamanya. 

"Enggak. Mama cuma sedikit lelah karena mempersiapkan pernikahanmu."

"Eh, malah pengantin wanitanya kabur dan balik lagi ke sini." Marta menimpali ucapan mamanya dengan tersenyum sendu.

"Mama malah seneng kamu di sini. Mama ada temen ngobrol lagi, kamu bisa bantuin mama bikin kue, nganter mama ke pasar, nemenin kondangan kalau papa gak bisa nganter_"

"Dan jadi bodyguard Mama." Marta melanjutkan ucapan mamanya. Dan keduanya-pun kompak tertawa.

Setelah sarapan, Marta melakukan sedikit pemanasan di halaman rumah. Streching yang Marta lakukan berguna untuk menjaga kelenturan dan kekuatan otot tubuh serta menghindari cedera otot saat melakukan lari pagi. 

Kedua saudaranya ke luar dari dalam rumah, menghampiri Marta yang tengah meregangkan otot-otot tangannya. 

"Bibirmu masih bengkak, gak malu nanti dilihat orang-orang." Alva memperhatikan bibir Marta. 

"Kan ada masker," jawab Marta mengabaikan Alva.

"Gak takut diculik berondong, Kak, lari sendirian?" celetuk Arkan.

"Ah, Mending diculik om-om daripada berondong. Berondong mah gak ada duitnya. Yang ada, malah dia yang suka minta-minta duit." 

"Jleb banget sih, Kak, sindirannya. Langsung kena ke hati, jantung, dan menusuk-nusuk empedu." Arkan memegangi dadanya yang sebenarnya tidak merasa sakit. 

"Tapi benerkan? Berondong di sini tukang palak?" Marta memajukan wajahnya ke arah Arkan. 

"Auk, Ah. Aku berangkat ke kampus."

LOVA {Tamat}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang