46

12.7K 1.4K 9
                                    


"Aku ...." Marta tersenyum sambil melihat ke wajah suaminya.

"Aku tidak akan menikah lagi," jawab Marta mantap.

"Maukah kamu memberi tahukan alasannya, Sayang?" Zain menatap Marta dengan penuh kelembutan.

"Aku pernah mendengarkan ceramah dari Abah Usman, beliau mengatakan kalau seorang istri yang ditinggal mati oleh suaminya tapi ia tidak menikah lagi, maka wanita itu akan bertemu lagi dengan suaminya di surga nanti. Atau bila memang wanita itu menikah lagi nanti, ia akan dipertemukan oleh suaminya yang paling sholeh. Aku nggak mau ketemu orang selain Mas nanti di sana, aku maunya kita sama-sama di dunia dan di akhirat. Aku mau kita sama-sama menggapai surganya Allah, Mas. Itulah mengapa aku tidak mau menikah lagi walaupun nanti kamu duluan yang pergi."

"Terimakasih, Sayang." Zain menangkup wajah Marta. "Pernikahan kita, Insha Allah till jannah, Sayang."

"Aamiin, Yaa Allah." Marta menyahut.

Permainan dilanjutkan dengan Marta yang memutar botol, lalu giliran Zain yang mendapat perintah.

"Nyanyikan lagu romantis untuk orang yang kamu sayangi." Zain membaca tulisan itu.

"Oke, mari kita saksikan satu buah lagu cinta dari Bang Zain untuk Kak Lova!" seru Arkan sambil bertepuk tangan.

Zain mengambil gitar, lalu duduk di sofa karena tidak akan muat bila ia duduk di tempat semula sambil memegang gitar. "Lagu ini, kupersembahan untuk istriku, Alviandra Martatilova. Wanita hebat yang aku temui setelah mamaku. Wanita sholehah yang mempunyai banyak cinta untukku. Wanita mulia yang akan menjadi ibu dari anak-anakku."

"Lova, sesuai dengan judul lagu ini, kamu adalah wanita yang Tercipta untukku." Zain tersenyum lembut dan mulai memainkan jemarinya memetik gitar.

"Menatap indahnya senyuman di wajahmu
Membuatku terdiam dan terpaku
Mengerti akan hadirnya cinta terindah
Saat kau peluk mesrah tubuhku."

"Banyak kata yang tak mampu kuunggapkan kepada dirimu."

"Aku ingin engkau slalu
hadir dan temani aku
Disetiap langkah, yang meyakini ku
Kau tercipta untukku."

"Pasti waktu akan mampu
memanggil sluruh ragaku
Ku ingin kau tau ... ku slalu milikmu
Yang mencintaimu
Sepanjang hidupku ...."

Marta berdiri dan duduk di sofa sebelah Zain, ia menyandarkan kepalanya di pundak suaminya. Lalu menyanyikan lagu part perempuan.

"Sungguh ... hanyalah dirimu yang aku cintai ....
Dan sungguh ku 'kan disisimu hingga ku mati."

Dan mereka pun berduet

"Aku ingin engkau slalu
Hadir dan temani aku
Disetiap langkah yang meyakiniku
Kau tercipta untukku ...."

"Pasti waktu akan mampu
Memanggil sluruh ragaku
Ku ingin kau tau ... ku slalu milikmu
Yang mencintaimu ... sepanjang hidupku ...."

Zain mengakhiri petikan gitarnya, lalu menggenggam kedua tangan Marta.

"Sayang, ku serahkan hati dan seluruh jiwa ini untukmu. Aku percaya kamu akan mampu untuk menjaganya, aku mencintaimu, kemarin, hari ini, esok dan selamanya, Alviandra Martatilova," ungkap Zain lalu mencium tangan Marta dengan mesra. Marta meneteskan air mata haru, lalu menghamburkan diri memeluk Zain dengan erat. Ia bahagia, sangat bahagia.

"Aaaaaa ... bapeeeeerr." Azka menggenggam kedua tangannya sambil senyum-senyum sendiri melihat Zain dan Marta.

"Heh, lo, itu masih kecil! Baper, baper." Arkan mendorong pelan tubuh Azka.

"Iiiih ... Bang Arkan ini. Kaya' gitu, tuh, Bang kalau memperlakukan wanita. Yang romantis, jangan asal dorong." Azka menggerutu.

"Gue juga bisa romantis!" tukas Arkan.

"Coba buktikan!" tantang Azka.

"Nggak sama lo juga kali!"

"Tapi bentar, ini kita yang main orang enam, kenapa kertasnya ada tujuh?" Arkan menghitung ulang jumlah orang dan kertas yang sudah habis dimainkan.

"Azka nulis dua." Azka mengaku.

"Bocah." Arkan geram lalu mengejar Azka yang sudah berlari ke luar rumah.

Ratih mendekati Marta dan Zain. "Semoga kalian cepat diberi momongan ya sayang." Ratih memberikan doanya.

"Aamiin terimakasih, Ma," jawab Zain dan Marta kompak.

"Habis ini bulan madu, bikinin Papa cucu yang lucu," timpal Nugraha.

Semua tertawa dan tampak bahagia, tetapi Ardha langsung pamit pulang.

"Mohon maaf, saya harus pergi. Ada keperluan mendesak." Ardha bangkit dan menatap Zain. "Aku pulang dulu."

"Terimakasih, atas kedatangannya, Kak," ucap Zain.

Ardha segera melangkahkan kakinya ke luar rumah. Alva yang menyadari situasi segera berdiri. "Maaf semuanya, Tuan Ardha membutuhkan saya." Alva pamit dan berlari mengejar Ardha.

"Keluar kau Al, pakai mobilmu sendiri!" sentak Ardha saat Alva masuk ke dalam mobil milik Ardha disamping kemudi.

"Tidak! Saya tidak akan membiarkan Anda sendirian dalam keadaan hati yang buruk," tolak Alva.

"Tau apa kau tantang hatiku, Al?!"

"Saya tau semuanya." Alva menutup pintu dan memakai sabuk pengaman.

Ardha tersenyum sinis. Lalu menginjak pedal gas dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Hingga tak berapa lama kemudian mobil yang dikendarainya telah sampai di apartemennya.

"Jangan mengikutiku!" Ardha mendorong tubuh Alva menjauh.

"Saya akan temani Anda."

Ardha lalu masuk ke dalam lift, setelah sampai di depan pintu kamarnya, Alva menekan pin pada pintu apartemen. Dan begitu masuk ke dalam kamar, Ardha membuang semua alat pengaman yang tersimpan di laci kamarnya.

Ardha menggulingkan ranjang yang selama ini dipakainya bersama wanita yang disewanya.

Mendengar suara kegaduhan, Alva segera masuk ke kamar Ardha.

"Bos?" Alva keheranan saat melihat Ardha sudah terduduk di lantai dengan nafas yang tak beraturan. Sorot matanya mengisyaratkan betapa marah dan kecewanya dirinya.

"Kenapa Anda jadi begini?" Alva menghampiri  Ardha. "Anda marah pada Lova karena Lova menjawab pertanyaan yang Anda tulis?"

"Kau tau aku yang menulisnya?" tanya Ardha.

"Saya bahkan tau kalau Anda menguntit Lova tadi malam," jawab Alva.

Ardha mengangguk pelan, ia lupa kalau Alva selalu mengawasi Marta. Tidak mungkin Alva tidak tahu kalau dirinya menguntit adik iparnya semalam.

"Aku bodoh, Al ... sudah membiarkan diriku untuk jatuh cinta, ternyata aku belum siap menerima kenyataan kalau jatuh cinta itu satu paket dengan patah hati. Dan aku malah mendapatkan keduanya dalam waktu yang bersamaan. Heh, bodoh!" Ardha menertawakan dirinya sendiri.

"Suatu hari nanti, Anda pasti dapat menemukan seorang wanita yang mencintai Anda dengan tulus."

"Semua wanita yang mengaku mencintaiku nyatanya penipu," ucap Ardha.

"Anda hanya belum menemukannya."

"Al, buang semua barang yang ada di apartemen ini, ganti semua barangnya dengan yang baru. Aku tidak mau ada sisa-sisa aroma pelacur di sini" perintah Ardha.

"Ini juga, Bos?" Alva mengambil satu buah liontin bersimbol huruf K yang tergeletak di lantai.

"Kenapa ada benda seperti itu di sini?" Ardha mengambil liontin itu dari tangan Alva.

"Anda tahu itu milik siapa?"

Ardha terdiam sambil mengingat-ingat siapa pemilik liontin itu. "Kara." Akhirnya Ardha mengingatnya.

****************

LOVA {Tamat}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang