56

10.9K 1.2K 18
                                    

Alva menjatuhkan jarum suntik yang telah kosong ke lantai. Tubuhnya luruh seketika saat melihat lawannya sudah tergolek lemas tak berdaya. Biar bagaimanapun, Alva belum pernah menghilangkan nyawa orang lain, korban terparahnya hanya berakhir di ruang ICU ataupun cacat seumur hidup.

Sedangkan Zain yang juga turut menyaksikan bagaimana Baron meninggal dunia, turut sedih tetapi juga kecewa. Orang yang selama ini Zain anggap sebagai tempat berkeluh kesah saat muda dulu, ternyata menyimpan banyak sekali misteri kehidupan yang Zain sama sekali tidak pernah mengetahuinya. 

Selama ini Zain hanya berusaha menjalin hubungan baik kepada Baron karena biar bagaimanapun Baron dan Markas inilah yang telah mengalihkan pikiran dari keterpurukan selama tiga tahun Zain bergabung dengan geng Baron. Sebenarnya bukan kehilangan Baron yang Zain rasakan saat ini, tetapi rasa bersalah kepada Istrinya yang lagi-lagi berada didalam bahaya karena perbuatannya. 

Zain terdiam dan menangkupkan wajahnya yang kacau, pikiran-pikiran tentang Marta yang dulu pernah ia bawa sambil berlarian ke rumah sakit kembali terlintas, saat itu Zain takut kalau ia tidak bisa menyelamatkan Marta tepat waktu, dan kejadian itu kini terulang kembali. Zain hampir saja kehilangan kesempatan untuk menyelamatkan nyawa istrinya.

Ardha mendekati adiknya dan menepuk pelan pundak Zain, "Kamu, gak apa?" Ardha bertanya.

"Aku hampir saja gagal menyelamatkan nyawa istriku, Kak." Zain menjawab tanpa menatap wajah Ardha, kepalanya masih saja menunduk.

"Tapi nyatanya kamu berhasil."

Zain menggelengkan kepalanya, "Aku sudah menyakiti Lova. Karena masa laluku dia menjadi korban Bang Baron. Aku hampir membunuh istriku sendiri. Aku suami yang tak berguna. Aku telah gagal menjadi suami yang baik. Aku_"

"Zain! Sadar!" sentak Ardha. "Kamu ... sudah menjadi suami terbaik untuk Marta. Kamu adalah ayah yang baik untuk calon anakmu. Kamu tidak menyakiti istrimu. Jangan menyalahkan dirimu. Baron lah yang bersalah dengan semua ini." Ardha menenangkan Zain yang mulai mengacau. Sebagai mantan pasien yang pernah mengalami depresi, Ardha tidak mau kalau adiknya mengalami hal seperti dulu lagi. 

"Tapi Lova sekarang belum sepenuhnya selamat. Kalau sampai Lova tidak bisa diselamatkan, aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri seumur hidupku. Kalau saja aku dulu tidak bergabung dengan Bang Baron, semua ini tidak akan pernah terjadi."

"Zain, istighfar. Lo udah baik-baik saja selama ini. Anak dan istri lo butuh lo tetap bersama mereka." Ismawan turut mendekati Zain.

"Jadi benar yang dikatakan Baron kalau kamu dulu anak buahnya?" tanya Ardha, dan mendapat anggukan dari Zain sebagai jawabannya.

"Kamu juga melakukan hal yang dilakukan anak buah Baron yang lain?" Ardha bertanya lagi.

"Kalau aku membantahnya apakah kalian akan percaya?" Zain malah balik bertanya.

"Pantas aku tidak dapat melacak masa lalumu, ternyata kau berada dalam bayang-bayang Baron, penjahat yang licik dan pandai menyembunyikan kejahatannya," sahut Alva. 

"Kau menyesal menyerahkan Lova padaku?"

"Sangat!"

Alva dan Zain saling menatap tajam, tetapi itu tidak berlangsung lama karena Very mendekat dan membawa berita yang membuat Zain segera pergi meninggalkan Markas bersama dengan Ismawan sesegera mungkin. Ardha dan Very pun turut pergi juga telah meninggalkan markas untuk melihat keadaan Marta. Tersisa Alva dan beberapa anak buahnya yang masih berada di sana untuk mengurus semuanya.

"Men, menurut Lo, Kara beneran ada di Roma sesuai dengan ucapan Zain tadi?" tanya Very saat berada di dalam mobil menuju rumah sakit.

"Rekan bisnisnya yang memberitahu Zain kalau Kara berada di Roma."

LOVA {Tamat}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang