Zain gelisah karena sedari tadi Marta belum juga keluar dari kamar, padahal sudah lebih dari tiga jam Marta berpamitan untuk membersihkan diri dan sampai saat ini belum ada tanda-tanda Marta akan keluar. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, dan Zain tau Marta belum makan apapun sejak ia berada di sini. Akhirnya Zain meminta Ismawan untuk mengantarkan makanan yang dipesan dari restoran miliknya.
"Sumpah, Zain! Gue penasaran banget sama cewek yang udah berhasil takhlukin hati Lo. Belum pernah gue lihat seorang Zain Nugraha segininya sama cewek." Ismawan memperhatikan tangan Zain yang menata hidangan di atas meja d lantai atas.
"Jangan naksir kalau sudah lihat!" Zain memperingatkan.
"Tenang aja ... Gue udah minder duluan kalau sama cewek berhijab syar'i."
Tetapi, apa yang dibayangkan oleh Ismawan berbeda dengan kenyataan yang ada. Matanya tak berkedip saat melihat Marta keluar dari lorong di sudut ruangan hanya mengenakan kaos berwarna putih over size dan celana pendek sepaha. Zain yang juga melihat Marta langsung berlari dan mendorong Marta untuk masuk kembali ke dalam kamar.
"Zain, selera Lo gak main-main!"
"Diem!"
"Biasanya yang suka ke Lo cewek-cewek pesantren. Tapi yang ini beda banget ...."
"Dia kalau pakai hijab, kamu juga pasti keder, Wan."
"Dah pernah lihat?" Ismawan bertanya.
"Belum pernah, tapi kalau lihat dia pakai mukenah, udah sering. Sholat bareng juga udah pernah."
"Wow, daebak, Tuan Muda. Romantis yang sesungguhnya." Ismawan tepuk tangan.
Marta yang sedang berada di dalam kamar pun sama terkejutnya karena Zain masih berada di cafe. Ia pikir Zain sudah pulang. Itu berarti Zain ada di sana sedari tadi. Marta jadi tidak enak hati karena pria itu mau repot-repot menunggunya.
Marta kemudian bergegas untuk berganti pakaian. Bajunya tidak digantinya karna menurutnya masih sopan. Hanya celananya saja yang diganti dengan celana panjang.
"Aku kira kamu udah pulang," ucap Marta sembari berjalan mendekati meja Zain. Tetapi Zain bergeser agar lebih dekat dengan Marta.
"Aku tidak mungkin aku bisa membiarkanmu berada di sini sendirian." Zain tersenyum melihat pakaian Marta yang lebih sopan dari sebelumnya.
Zain memperhatikan wajah Marta yang tadi ditampar Aisah. "Maafkan aku, Lova. Karna aku kamu mendapat perlakuan kasar dari Aisah."
"Kamu gak salah, Zain. Gak perlu minta maaf. Aku bisa saja membalas tamparannya tadi, tapi tidak aku lakukan karna dia bukan lawanku. Aku juga tidak mau semakin menyakitinya, hatinya sedang rapuh." Marta memaksakan diri untuk tersenyum.
"Di saat seperti ini, kamu masih memikirkan orang lain?" Zain takjub kebaikan Marta.
"Karna, dia seperti ini juga gara-gara aku, kan? Alasan kamu menolak Aisah, dia hampir dilecehkan oleh Bagas, itu semua berhubungan denganku. Aku hanya tidak mau dia semakin membenciku, Zain."
"Tapi ... aku jadi semakin cinta padamu, Lova," ucap Zain tulus.
Ismawan batuk-batuk mendengar kata-kata cinta dari mulut Zain. Selama mereka berteman, belum pernah sekalipun Ismawan melihat Zain dekat dengan wanita bahkan sampai menyatakan cinta.
"Manis banget gombalannya, Bang," sahut Ismawan yang duduk di sofa yang berada di sudut ruangan.
Lantai dua itu memiliki empat set meja dan kursi yang terbuat dari anyaman rotan. Ada juga satu sofa panjang yang terletak di ujung ruangan dan menghadap ke sebuah televisi besar yang menempel di dinding ruangan itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
LOVA {Tamat}
RomanceEPISODE MASIH LENGKAP! Judul sebelumnya, KESUCIAN SANG JANDA. Jangan lupa follow sebelum baca ya... *** Menjadi janda di malam pertama bukanlah impian dari setiap wanita di dunia. Tapi Marta bersyukur, ia dapat mempertahankan kesuciannya saat suamin...