Ketika playlist cafe favoritku untuk menulis ini, secara random tiba-tiba memutar lagu lawasnya Ungu, “Jika Itu yang Terbaik”. Entah suasana cafe di hari Senin yang memang identik sepi, atau keadaan sekitar saja yang seperti mengajakku mengingat banyak hal melalui lagu ini. Mengingat kamu, lengkap dengan alur perjalanan cerita lalu. Sesaat, setelah kita berdua bersepakat untuk menyerahkan semuanya kepada takdir. Kamu terpaksa harus pergi menuruti pilihan mereka, aku bertahan di sini menyembuhkan luka.
Lantas, siapa yang salah? Aku atau kamu?
Tidak, tak pernah ada yang salah dari cinta. Kita saja yang kadang terlalu percaya bahwa semuanya akan tetap baik-baik saja.
Nyatanya, seperti saat ini, setelah semuanya berjalan mengikuti arus takdir, bahagia hanya sebuah asumsi, bukan?
Menurutku, bisa jadi yang terbaik itu sebenarnya tak pernah ada. Itulah sebabnya Tuhan memberi kita pilihan.Dan jika hidup telah tertulis untuk saling melengkapi, maka kuharap kamu tetap menjadi nol yang pandai menggenapi angka lainnya, meskipun angka itu bukan lagi aku. Percayai saja, mereka lebih tahu kebahagiaan seperti apa yang menurut mereka cocok buat kamu.
Atau anggap saja, aku memang bukan yang terbaik. Tapi setidaknya, kamu bisa belajar mencintainya dengan caraku mencintaimu kemarin. Jangan pernah kehilangan semangat untuk mengajak hatimu terus berusaha mencintainya.Satu lagi, jangan sesekali berpura-pura, karena itu sangat menyakitkan. Seperti aku, yang terus berpura-pura mampu melupakan kamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ingatan yang Betah Mengulang Hadirmu - Dalam Kepala Penuh Disesak Kata ~
PoetryBiarkan catatan ini menjadi jejak tentang rasa yang kini berhasil dihapus jarak dan waktu. Sebab masing-masing kita sudah berada pada titik tanpa perlu berlanjut di paragraf baru. Yaa, dengan satu kata penutup: "selesai". Meski kau tak pernah betul...