Lucu sekali. Dulu bisa ada di satu kota yang sama adalah doa yang paling pertama kita rapal. Sekarang, meski ada di denyut kota yang sama, tapi kita justru sudah teramat jauh jaraknya. Tidak lagi ada kabar kedatangan juga senyuman yang tersungging karena akan menuai pertemuan.
Ya, mungkin sesal akan jadi yang paling awal terdaftar, sebab pertanyaan kenapa tidak pernah berhasil ada jawabnya. Terus berputar di situ-situ saja.
Tadi aku membelah jalanan kota yang pernah mengukir kita di bawah titik-titik air hujan. Aku tersenyum yang mana tetap tidak bisa menutupi kesedihan. Lalu, aku melewati satu tempat yang ketika aku melihat, ada tawa kita saling bertukar tanpa ada jeda. Ada matamu yang dengan lekat menatap aku yang sibuk menceritakan apa saja.
Ya, terlalu menyenangkan untuk ditinggalkan. Tapi membiarkannya terus terjadi, mungkin kita hanya sama-sama tersakiti. Seperti katamu, mungkin kita memang sudah saatnya selesai. Biar setiap senyum juga tawa yang tertinggal di sudut-sudut kota, jadi saksi paling berkesan yang meski tidak bisa terulang, namun akan tetap tersimpan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ingatan yang Betah Mengulang Hadirmu - Dalam Kepala Penuh Disesak Kata ~
PoetryBiarkan catatan ini menjadi jejak tentang rasa yang kini berhasil dihapus jarak dan waktu. Sebab masing-masing kita sudah berada pada titik tanpa perlu berlanjut di paragraf baru. Yaa, dengan satu kata penutup: "selesai". Meski kau tak pernah betul...