Kepergianmu. ~

83 6 0
                                    

Kekasih, muasal derai deras musim hujan ini, berasal dari lambai gerai rambutmu.

Di ranting-ranting ingatan, kau semakin menguning: menjadi daun kering yang gugur, menyisakan mendung pada suwung mataku.

Di langit-langit kenangan, rindu jatuh bergegas. lembut tanpa suara, pucat merupa warna tembaga.

Sementara waktu, melumuri perasaanku dari arah paling cemas, dengan gerimis yang datang berulang kali.

Aku mengurai pedih, dari sisa-sisa rintik kepergianmu. Lalu sunyi menjelma rincik ngarai. Menangkap duka, menggemakan lirih tajam luka.

Kepergianmu, sayangku, ketiadaan yang menyesak di ingatan. Tapak-tapak kisah yang mati di perpisahan, enggan mengulang kesempatan.

Puisi mencoba menebus kata, mengurai sebentuk duka dari bait-baitnya yang sengaja menelanjangi makna.

Dan yang makin nampak, adalah cantik punggungmu; yang kau biarkan tiada, yg merekatkan kesedihan, pada sepasang tingkap di kepalaku.
Menjadikan air mata, sebagai tanda baca dalam syair yang kueja.

Ini jejak kakimu, katamu, di antara dua jendela dan sebuah pintu.
perlahan, kau pergi dengan menyisakan langkah yang membuat jarak untuk kesedihan dan kebahagiaanku.

Aku masih merunutkan bagaimana genggaman kita pernah rekat oleh janji dan tujuan. Sebelum kau retakkan pedih terlalu dalam, sampai remah-remahnya berserak di pelataran.

Pernah kucoba membunuh sepi, menancapkan tawa pada luka menganga, menaburkan senyum pada tangis mengiris, namun hanya air mata semakin tersiah.

Hingga tiba di mana waktunya membalikkan langkah, menuju telaga duka kala redup senja, kularutkan secarik ikhlas meniadakanmu.

Dan pena mengakhiri segalamu, sayang, sebagai sunyi telaga itu, yang kekal merawat rindu, meriak dalam diamku.

kelak, tak perlu takut menjadi nyeri, kita pernah bahagia, dalam sendiri.

Ingatan yang Betah Mengulang Hadirmu - Dalam Kepala Penuh Disesak Kata ~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang