Kau mendengar sebuah radio tua dan seorang penyiar yang terus berbicara. Dia adalah satu-satunya penyiar yang suaranya masih bisa kau dengarkan. begitupun saluran radio itu, satu-satunya stasiun yang membawamu berkelana dari gerbong ke gerbong, cerita ke cerita. Sebetulnya kau tak bisa lagi menyebutnya radio, sebab suara itu hanyalah rekaman dari bibir seorang perempuan yang entah dibuat pada tahun berapa. Kenyataannya kau sendiri tidak tahu. Namun kau selalu memutarnya ketika malam, berulang-ulang, dan kau akan terpejam sambil mendengarkan suara seseorang menceritakan sebuah kisah cinta, terus menerus tanpa henti. Uniknya kau selalu menebak akhir dari cerita itu meski kau sendiri sudah tahu. Kau bahkan hafal sedemikian rinci jalan ceritanya, namun setiap malam kau mendengarnya, kau terus mencoba menebak akhir dari kisahnya.
Pada suatu malam kau pernah sangat kecewa sebab akhir dari cerita itu tak sesuai dengan yang kau inginkan. Kemudian kau bertekad untuk mencoba lagi esok malam. Dan kau kecewa lagi karena mendapati cerita itu masih tak seperti yang kau inginkan. Esoknya kau menebak lagi, dengan harapan yang berbeda. Namun kau masih tak menemukan akhir cerita itu sama dengan apa yang kau harapkan. tapi kau tidak pernah bosan, setiap malam kau justru terus ingin mendengarnya, berkali-kali. setiap hari, kau selalu dibuatnya penasaran, sehingga tak ada satu hari pun kau lewatkan untuk memutar radio itu.
Sementara jauh di sini aku masih berdoa, adakah sebuah jalan yang bisa membawa kakiku menemukan sesuatu yang mirip denganmu. Sebab kini telah kuhapus matahari dari setiap pagi yang tiba, dan kujadikan sisa-sisa senyummu yang masih dapat kuingat sebagai satu-satunya nyala warna. Semakin aku memejam, semakin kau nyata.
Telah aku katakan kepada hujan yang jatuh di kebun belakang, di suatu sore saat tiba-tiba aku tak bisa mengingatmu lagi. Bahwasanya aku siap menjadi rasa sepimu, yang panjang dan menyedihkan. Aku siap menjadi udaramu, yang kosong dan melelahkan. Sebab itu aku kirim sebait kata-kata yang lebih panjang dari surat seorang raja kepada prajuritnya. Kukatakan kepadamu di dalam hati sambil memejam; Suatu saat kau tak akan bisa untuk berhenti mendengarku. Percayalah selama masih ada hari di mana suaraku nyaring di telingamu, selama itu pula aku masih merindukanmu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ingatan yang Betah Mengulang Hadirmu - Dalam Kepala Penuh Disesak Kata ~
PoetryBiarkan catatan ini menjadi jejak tentang rasa yang kini berhasil dihapus jarak dan waktu. Sebab masing-masing kita sudah berada pada titik tanpa perlu berlanjut di paragraf baru. Yaa, dengan satu kata penutup: "selesai". Meski kau tak pernah betul...