Apabila semesta memberi kesempatan untukku memerankan lakon sebagai seorang pria yang kaucintai, betapa hidupku tak lagi tersusun dari sekian juta patahan hati. Sebab dengan itu aku hanya akan mendefinisikan cinta sebagai hal yang manis. Aku tidak akan mengenal apa itu terluka, patah hati, dan hal yang lebih sakit lainnya.
Namun semua itu hanyalah apabila. Dan kenyataannya, semesta tak menjadikan aku seseorang dalam hatinya. Di sini diriku hanya pungguk yang tak cuma merindukan bulan tetapi ingin menguasai seluruh jagad raya. Kurang lebih senada dengan itulah diriku yang memimpikan kemustahilan terjadi; menjadi priamu.
Suatu hari aku mendengar kabar tentangmu yang entah ini luka atau justru bahagia. Inilah waktu di mana hatiku amat remuk, dan hari di titik aku tak ingin lagi mencintaimu. Aku telah menghabiskan separuh hatiku berbulan-bulan untuk kau, dan kurang dari lima detik kabar tersial ini menghancurkan beribu-beribu sel yang terajut dalam satu organ bernama hati.
Aku menjadikan detik ini sebagai ujung dari mencintaimu. Sebagai akhir dari kilometer panjang yang tak tertempuh jika hanya diperjuangkan oleh satu pihak.
Aku tidak akan mengutukimu, aku lebih ingin menjadikan ini kisah termanis dalam catatan seorang pria yang mencintai gadis secara diam-diam, sampai akhirnya ia memutuskan untuk tak lagi menjadikannya pujaan, dengan cara yang sama; diam-diam.
Pada jatuh kali ini, aku merasa menang. Bukan karena kau berhasil kudapatkan. Bukan pula, oleh takdir akhirnya kita dipersatukan. Melainkan aku jatuh cinta sampai pada hatiku berjuang sendiri hingga berakhir patah hati, aku tak pernah mengatakan dan mengeluhkannya pada siapapun. Dan aku melihat kerelaanku amat besar atas kepergianmu.
Baiklah. Jika aku datang membawa cinta yang tulus. Maka mestinya aku pergi dengan tak berbekal kecewa. Segala kisahmu kutenteng dengan senyum di tangan kanan. Biar tangan kiri yang menjelaskan ketabahanku menerima apapun keputusanmu, dalam sebuah lambaian.
Tak lupa, meski dalam perjalanan singkat ini kita tanpa pembicaraan, bukan artinya mencintaimu yang sia-sia juga tanpa pesan.
"Jika kau benar-benar cinta, perjuangkan. Sebelum akhirnya air mata bertindak sebagai lambaian tangan."
Patah setelah berjuang tetap lebih baik. Jangan sepengecut diriku.
Meskipun akhirnya bukan diriku tempat kau menambatkan hati, pria yang pernah meneteskan air matanya ini tak segan mendoakan kebaikanmu bersama siapapun pria yang telah kaupilih.
Pria yang dulu tiada henti merapal doa untukmu itu, kini sudah selesai mencintaimu.
![](https://img.wattpad.com/cover/128657764-288-k10009.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ingatan yang Betah Mengulang Hadirmu - Dalam Kepala Penuh Disesak Kata ~
PoetryBiarkan catatan ini menjadi jejak tentang rasa yang kini berhasil dihapus jarak dan waktu. Sebab masing-masing kita sudah berada pada titik tanpa perlu berlanjut di paragraf baru. Yaa, dengan satu kata penutup: "selesai". Meski kau tak pernah betul...