Di sebuah kursi kayu sederhana. Seseorang menikmati kesendirian, sembari mendengarkan soundtrack kesukaannya. Mengenang suatu masa; kehilang. Ah itu aku, Aku masih mengingat masa lalu, sekedar berziarah di ingatanku. Sebab masa lalu ialah guru; agar langkahku tak lagi jatuh.
Mengingat dia, Aku pernah jatuh cinta luar biasa. Benar, dia. Seseorang yang pernah mengisi hati, menyesaki kepala. Bahkan aku pernah sengaja tak mengerjakan PR agar dia menuliskan tugasku. Seseorang yang di kehidupanku dia bermakna, seseorang yang aku di kehidupannya bukanlah siapa-siapa. Seperti itulah mungkin.
Desember lalu, yang lalu lagi aku masih mencintainya. Masih wajahnya kubayangi sebelum memejam sambil mendengarkan voice note yang ia kirimkan via BBM, ucapan ulang tahunku. Masih ia. Kini tahun berganti, dia pergi jauh dari tempat di mana ia berpijak, dari kota yang mempertemukan mataku pada sosoknya, hatiku pada tempat jatuhnya. Kini tahun berganti, aku telah meletakkan namaku pada hati orang lain, aku menaruh banyak nama di dalam ruang yang dulu ia pernah bertahta. Kini tahun berganti, dan dengan berengseknya aku masih menuliskan dia.
Desember membangkitkan ingatan tentangnya; patah hati paling indah, rasa sakit paling mengesankan, dan luka yang selalu ingin dikenang. Entah angin dari mana bagian mana, namun, percayalah, aku merindukannya. Aku merindukannya bukan berarti ingin kembali jatuh cinta lagi, Aku hanya ingin berterima kasih untuk setiap pengabaian yang ia beri, setiap itu pula aku menulis puisi dan sajak-sajak. Terima kasih telah menjadi bagian paling menyiksa dari puisi dan sajak ini. Andai diksi punya warna, ia adalah merah darah dari luka paling segar milik manusia yang jatuh cinta. Barangkali ia masih tidak mengerti betapa aku mensyukuri kisah ini. Pahit yang selalu ingin kukecap, dan air mata yang tak kurelakan kering. Dia seperti itu, luka yang teramat kunikmati.
Atas dasar hari telah memasuki Desember dan hujan yang turun semakin deras, maka kuputar lagu-lagu ini. Beberapa lagu yang kudengar aku seperti menatap matanya. Matanya itu, yang teduh dan menenggelamkan. Mata yang karenanya aku jatuh cinta, di Jumat siang panas kerontang, namun udara tiba-tiba berubah jadi embusan salju yang dingin dan menggigilkan. Awan-awan turun menjatuhkan bunga-bunga yang layu. Menatapnya, hatiku jatuh tak terbantahkan. Detik itu aku tahu, benar cinta yang kepadanya adalah luar biasa.
Lagu ini-orang-orang tak perlu tahu lagu yang mana, kuputar berulang-ulang. Ini seperti sebuah perayaan pada pesta yang hanya menghadirkan sepi. Kau tahu melodi paling menyayat hati? Kau tahu instrumen paling mencabik dada? Kau tahu aku merindukannya? Benar, dia. Yang kepadanya cinta adalah luar biasa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ingatan yang Betah Mengulang Hadirmu - Dalam Kepala Penuh Disesak Kata ~
PoesiaBiarkan catatan ini menjadi jejak tentang rasa yang kini berhasil dihapus jarak dan waktu. Sebab masing-masing kita sudah berada pada titik tanpa perlu berlanjut di paragraf baru. Yaa, dengan satu kata penutup: "selesai". Meski kau tak pernah betul...