Untuk Hatiku yang Mati Tersayat. ~

25 1 0
                                    

Apakah aku sudah boleh merindukanmu?

Kalimat pertama pada ceritaku ini sebaiknya kau lupakan saja. Karena kau akan berpikiran bahwa aku tidak mungkin menanyakannya langsung padamu. Apakah pikiranku benar?

Ada banyak hal yang ingin kutanyakan padamu. Sebenarnya, aku rindu saat-saat kita menghabiskan malam berdua. Tidak banyak cerita dari kita, namun anehnya, bagiku diammu adalah bentuk dari kata-kata yang paling kurindukan. Kau hanya perlu tahu itu.

Bagaimana kabarmu?
Sepertinya kau lebih dari baik-baik saja. Aku tidak menemukanmu sedih seperti apa yang dibicarakan banyak orang. Di depanku, kau sudah menjadi orang paling kuat yang pernah kukenal. Dan bagiku, kau salah satu orang terhebat dengan seribu bakat yang tidak bisa dimiliki orang lain. Pertahankanlah, karena dengan semua yang kau punya, kau adalah idaman yang tidak bisa dibantah.

Hari ini aku tidak baik-baik saja. Lagi-lagi, di otakku bayanganmu menjadi banyak, juga berwarna. Seperti lirik sebuah lagu kesukaan; pecah satu, tapi kacau seluruh hatiku. Mungkin kau tidak menyadarinya, senyummu itu adalah lengkung paling candu setelah purnama di matamu yang teduh. Dan dulunya, aku sempat bersyukur bisa menjadi pemilik keduanya, sebelum akhirnya kau memilih tanggal di saat aku mulai mengerti arti tinggal.
Mungkin memang ini salahku, atau kau yang memang tak pernah mengenalku dari awal pertemuan. Aku tidak pernah berani menyelami pikiranmu yang penuh dengan ketidakpastian. Dari omongan orang, kau jadikan itu senjata untuk melawanku. Apa lagi yang bisa kulakukan selain mengikhlaskan? Jika segala alasanku, tidak bisa menjagamu dari segala bentuk kekhawatiran.

Bagaimana hatimu?
Mungkin, kita harus melalui perpisahan yang menjadi satu-satunya jalan sempit. Dengan segala bentuk kenangan, tentu saja melupakan adalah bagian tersulit. Meskipun kadang kita terlalu pelit. Membagikan rindu yang utuh hanya demi menghilangkan rasa sakit.
Kau dengan kebiasaanmu, melupakan bukanlah hal baru. Tapi bagaimana denganku? Aku tidak mahir menghilangkan jejak-jejak yang sudah terlanjur kujadikan ibu dari anak-anak rinduku. Aku tidak bisa menolak bayanganmu yang tiba-tiba kembali muncul di ingatanku. Aku hanya terlalu rindu, padamu yang pernah menjadi satu-satunya alasan untuk hidupku.

Malam ini aku mendengar bintang menangis. Kisahnya seperti kita yang harus berakhir tragis. Segala bentuk kebersamaan akhirnya mulai terkikis menjadi sebuah luka yang teriris tipis-tipis. Perihnya membentuk baris yang di dalamnya kita jatuh sebagai puisi yang tak pernah ditulis.

Kini….
Aku lupa bagaimana cara bahagia, sejak kau memilih pergi daripada mendampingi.
Aku lupa bagaimana cara mengeja kita, sejak kau tak lagi kutulis sebagai puisi.
Aku lupa bagaimana cara menghapus luka, sejak kau tak lagi di sisi dan aku pun sendiri.

Bagaimana rindumu?
Apakah aku boleh merindukanmu?
Kalaupun bukan sebagai kekasih, setidaknya sebagai kenang yang belum sempat kumakamkan tanpa seremoni perpisahan.

Selamat malam.
Semoga rindu membawamu ke pelukan orang yang tepat. Biar sunyi dan sepi berhenti berdebat, tentang siapa dari mereka yang pertama datang melayat. Untuk hatiku yang mati tersayat, karenamu yang ternyata datang untuk sekedar lewat.

Ingatan yang Betah Mengulang Hadirmu - Dalam Kepala Penuh Disesak Kata ~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang