Aku kira ini ketertarikan, ternyata hanya sebuah perhatian yang kuterima dengan nyaman. Lalu kuakui itu sebagai harapan. Aku pikir dia hanya datang kepadaku dan akan terus menetap, ternyata aku telah keliru. Ternyata aku hanya terlalu hebat dalam menciptakan segenap ekspektasi dengan hatiku.
Aku kira dia bersedia memperjuangkanku sesiap aku berjuang untuknya. Ternyata tidak. Dia tidak pernah mau memperjuangkan hal-hal yang bukan kebahagiaannya. Dan tentu, baginya, aku bukan sebuah kebahagiaan. Yang dia cari-cari bukanlah aku. Aku bukan sebuah kebutuhan. Aku hanya... sebuah pertanyaan tanpa jawaban.
Aku selalu menunggu kabarnya, dengan senang hati kujadikan dia prioritasku. Aku lakukan itu terus-menerus. Kupikir dia akan luluh dan menjadikanku orang yang juga harus diprioritaskan. Ternyata, dia, menjadikanku sebagai pilihan saja tak pernah terpikirkan, apalagi menomorsatukanku.
Aku kira dia mulai menjadi sayang karena denganku dia tak pernah menolak untuk berbincang.
Lalu ketika dia mulai berhenti menghubungiku, kupikir aku telah melakukan sebuah kesalahan. Nyatanya dia tak pernah menganggapku lebih dari seorang teman.Ketika aku mencoba menghilang, aku pikir dia akan merindukanku sebanyak aku. Ternyata sejak kepergianku, hingga aku datang kembali, tak pernah sekalipun tersirat olehnya untuk mencariku.
Sekarang aku tahu, kalau dari awal, nama yang dia sematkan, bayangan yang dia cari-cari, rindu-rindu yang dia teriakkan, bukanlah aku.
Selama ini kuanggap dia rumah, ternyata baginya aku hanyalah seorang bocah yang berulah. Perasaanku tak pernah dianggap nyata. Ketulusanku tak pernah dianggap ada.
![](https://img.wattpad.com/cover/128657764-288-k10009.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ingatan yang Betah Mengulang Hadirmu - Dalam Kepala Penuh Disesak Kata ~
PoesíaBiarkan catatan ini menjadi jejak tentang rasa yang kini berhasil dihapus jarak dan waktu. Sebab masing-masing kita sudah berada pada titik tanpa perlu berlanjut di paragraf baru. Yaa, dengan satu kata penutup: "selesai". Meski kau tak pernah betul...