Aku rindu kala itu, ketika muara kepulangan yang kau tuju adalah aku. Melangkah seiring dalam rotasi lini masa, merajut simpul bernamakan; KITA. Dalam waktu sepersekian detik, bayangmu lenyap, dan aku tersadar dari imaji indah yang fana.
Aku masih ingat, getirnya mengulum kata pergi yang menggantung di bibir perpisahan. Terekam jelas genangan air yang nyaris tumpah dari bola mata senduku; tak lagi sanggup tertampung. Hingga angin menyapanya, mencipta gerimis yang mengalir perlahan di sudut mata. Aku kepayahan; menahan sesak dipeluk gigil musim dingin yang membekukan perasaan.
Kelak, mungkin semesta akan mempertemukan kita kembali. Apabila bukan di titik temu yang membersamakan, mungkin saja di persimpangan jalan menuju arah masing-masing. Tak lagi kutanya perihal ke mana kau pergi, dan biar saja jejak-jejak langkah yang lalu tertinggal; disapu abu, diterbangkan angin.
Sampai jumpa kembali, di episode cerita romansa selanjutnya. Kisah antara aku, kau, dan mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ingatan yang Betah Mengulang Hadirmu - Dalam Kepala Penuh Disesak Kata ~
PoesíaBiarkan catatan ini menjadi jejak tentang rasa yang kini berhasil dihapus jarak dan waktu. Sebab masing-masing kita sudah berada pada titik tanpa perlu berlanjut di paragraf baru. Yaa, dengan satu kata penutup: "selesai". Meski kau tak pernah betul...