Happy Reading ✨
Biarkan saja. Mereka tak tau apa yang kita rasakan, mereka hanya tau apa yang kita tampakkan.
—Dania R.C—
====================================
Matahari tampak masih malu-malu untuk menunjukkan dirinya. Karena waktu masih menunjukkan pukul 5.30 WIB.
Dania tengah berkutat dengan alat-alat dapur. Memasak untuk dirinya sendiri, untuk sarapan. "Gue bikin apa sih? Bentukannya gini banget," gumamnya.
Rajinnya sedang kumat, jadi pagi-pagi begini sudah bersih-bersih rumah, dan sekarang sedang memasak.
Tadinya, dia ingin mengkolaborasi antara ayam suwir, telur ayam, sosis, dan lumpia. Katanya sih eksperimen. Aneh kan? Tapi sekarang entah jadinya apa. Lumpia dengan isi ayam suwir beserta telurnya dan sosis yang dipotong kecil-kecil.
"Yang penting bisa dimakan, dari pada gue mati kelaparan. Amit-amit deh," monolognya. Dan ia memakan hasil makanannya sendiri, setelah setengah jam berkutat di dapur.
Ia akui, masakannya dengan masakan Clara satu mingguan lalu, itu beda jauh. Clara seperti sudah ahli. Sedangkan Dania? Kadang asin, kadang hambar.
Yang penting jadi deh.
Dimakan gue sendiri kok.
Dan yang penting gak beracun.
Dania berbicara lewat hatinya. Lagi makan malas bicara. Walaupun makannya, errr ... gitu lah.
"Kenyang," ucapnya sambil mengelus-elus perutnya habis makan. "Not bad lah, buat gue yang apa aja dimakan."
"Saatnya berangkat."
🍦🍦🍦
"Mommy, ayo. Aku hampir telat nih. Malu lah kalo sampe itu terjadi. Yakali ketua Osis telat. Ayo, Mom," celoteh Oliv.
Sang Mommy sedang membereskan berkasnya untuk di bawa ke kantor. Sementara sang Daddy sedang ada bisnis selama dua hari.
"Bentar, sayang. Nggak sabaran banget," sahut sang Mommy. Thalia Drinata namanya. Wanita hebat yang telah melahirkan Oliv.
"Kamu berangkat sama Mommy, pulangnya sama pacar kamu. Pokoknya nanti Minggu kamu harus kenalin ke Mommy," kata Thalita.
Mendengar itu Oliv pipinya mamanas, mungkin ada semburat merah di pipinya. "Mommy, ih," rengek Oliv malu. Thalita pun tertawa, karena berhasil menggoda sang anak.
"Awas kalo nggak di kenalin. Mommy potong Uang jajan kamu lima puluh persen," ancam Thalita.
"Ih, tega banget. Iya deh, nanti aku kenalin Angga ke Mommy sama Daddy," ujarnya kesal. Lalu keluar rumah mendahului Thalita dengan wajah di tekuk.
Thalita terkekeh melihatnya, "Anak itu sudah beranjak dewasa," gumamnya.
🍦🍦🍦
"Nanti kelompoknya Ibu beri tahu di grub WhatsApp," ujar BuLuk atau Bu Lukia, guru kimia.
Saat ini beliau sedang mengajar di kelas Dania. Tadi itu sedang memberitahu tentang kelompok praktik tugas mata pelajarannya.
Tiba-tiba Dania merasakan sakit perut, dia menggeram. Dan refleks meremas rok batik yang di kenakannya.
"Dann, lo kenapa dah?" tanya Oliv yang melihat Dania tidak nyaman.
"Kebelet gue, ke toilet dulu, bye," jawab Dania.
"Ya jadi nanti kalian kerja sama, agar—" Penjelasan BuLuk terhenti karena Dania mengangkat tangannya.
"Kenapa, Dania?" tanya BuLuk.
"Saya izin ke toilet, Bu," sahut Dania. BuLuk mengangguk dan Dania keluar dari kelas menuju ke toilet.
Hal itu tak luput dari penglihatan Farel. Gabut kali ya Farel? Tumben amat!
Bohong kalau tadi dia bilang kebelet. Karena sebenarnya perutnya tuh nyeri. Sesampainya di toilet, dia berdiri di wastafel di depan cermin.
"Kampret sakit perut gue. Kayanya mau pms deh." Dia ingat ini tanggal nya datang bulan. Memejamkan matanya sebentar, lalu mencuci mukanya dengan air yang mengalir. "Woaahh, segerrrr."
Dan berlalu dari sana, kembali ke kelasnya. Biasanya dia bolos, tapi saat ini sedang tidak berminat
🍦🍦🍦
"Kenapa perut gue sakit terus sih. Padahal gue udahan pms nya," monolog Dania.
Susah satu minggu, Dania merasakan perutnya sakit, nyeri. Entah apa lah. Intinya sih seperti itu. "Apa gue harus periksa? Siapa tau ada gue cacingan kan?"
"Eh, nggak banget, emang gue sejorok itu apa?"
"Huftttb... iya deh periksa. Siapa tau ada harta karun di perut gue."
"Makin ngawur aja, ishh."
Saat ini, waktu menunjukkan pukul 16.00 WIB. Tepatnya dia baru sampai rumah dua puluh menit yang lalu. Pulang sekolah.
"Okey, periksa dulu."
🍦🍦🍦
Sesampainya di rumah sakit, Dania akan di periksa oleh dokter Kiranthi—dokter yang menanganinya saat penusukan itu.
"Gimana, Dok, saya sakit apa? Perut saya sakit udah seminggu yang lalu. Saya pikir sih pms, tapi nggak tau sih, Dok. Ayo jelaskan, Dok, hehe. Saya sok tau banget ya," cerocos Dania.
Dokter Kiranthi tersenyum, "Kamu Dania, yang waktu itu saya tangani saat tangan kamu luka tusuk bukan?"
"Seratus buat Dokter," jawab Dania.
"Apa lagi keluhannya?" tanya Dokter Kiranthi.
Dania tampak berfikir, "Itu aja sih, Dok. Malah saya ngira, saya cacingan," jawabnya polos. Lalu Dokter Kiranthi tertawa pelan.
Jaga image bro!
Dokter masa ketawanya kaya orang kesurupan.
Kan gak banget!
"Kenapa dua hari setelah pulang dari sini tidak kontrol?" tanya Dokter Kiranthi.
Dania nyengir, menampakkan lesung pipinya. "Hehe, males aja, Dok," jawabnya jujur.
Dokter Kiranthi mengangguk satu kali. "Kalau saja kamu kontrol hari itu, mungkin ... ini tidak akan terjadi," ucapnya dengan wajah serius.
Hah?
Maksudnya gimana?
Apa sih ini?
Gue kenapa?
Cacingan beneran?
"Emang kenapa, Dok?" tanya Dania penasaran.
Dokter Kiranthi menyerahkan sebuah surat kepada Dania. "Kamu baca dulu," pintanya.
Dania menerimanya, dan membacanya. Sedetik kemudian dia melotot kecil. Mulutnya terbuka sedikit. "Dok ini ...."
Dokter Kiranthi mengangguk, "Yang sabar ya," ucapnya prihatin.
HAH?
APA?!
Gak mungkin!
Pasti salah ketik nih.
Salah surat mungkin.
Arrghh ... kenapa bisa?!!
Dania menatap dokter Kiranthi, "Bisa dokter jelaskan secara detail?" pinta Dania lirih.
"Jadi ...."
Bersambung...
To Be Continued.
KALO KALIAN NGERASA CERITA INI SANGAT PRIK, MARI PINDAH KE "DAREL", SAMA² NOT BAPERAN KOK, CUMA BEDA VERSI AJA.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Baperan [END]
Teen Fiction[COMPLETED] Dania merupakan siswi pindahan dari Malang, yang kini bersekolah di SMA ATMADJA. Salah satu sekolah yang terletak di daerah ibu kota. Perempuan unik dengan sejuta pesona ini tidak mudah terbawa perasaan dengan lawan jenis, karena sebuah...