68. BERJUANG [REVISI]

1.4K 157 11
                                    

Haii, seneng gak aku duoble update?

Ramaikan ya.

Happy Reading

Aku hanya berharap kamu baik-baik saja.

—Farel S.R—

====================================

"Dann, kamu kapan bangun sih? Kamu belum liat Abang kan?"

Tiga hari sudah Dania mengalami koma setelah operasi. Rizki dan yang lain berganti menjaganya, dan kali ini giliran Rizki,

"Kamu nyaman banyak alat yang terpasang di tubuh kamu? Kamu kan nggak suka yang ribet-ribet."

Seperti itulah Rizki, walau tidak ada jawaban dari adiknya, tetapi dia tak bosan untuk mengajak Dania berbicara.

"Abang capek, kamu nggak nyaut. Jadi lapar deh."

Ceklek

Seorang pemuda dengan masih menggunakan seragam SMA itu yang membuka pintu kamar rawat Dania. "Nggak kuliah, Bang?" tanyanya.

Farel, pemuda itu setiap pulang sekolah selalu datang ke rumah sakit tempat pacarnya di rawat.

"Libur," jawab Rizki. "Kebetulan nih lo dateng. Gue mau ke kantin dulu, beli makan. Lo mau nitip nggak?" sambungnya, yang dibalas gelengan kepala oleh Farel.

"Oke, jaga adik gue baik-baik." Setelah mengucapkan itu, Rizki berlalu keluar.

Setelah kepergian Rizki, Farel duduk di kursi samping brankar Dania. Menatap tubuh pacarnya yang terpasang banyak alat medis.

"Kapan bangun? Gue kangen."

Tangannya bergerak memegang bibir pucat Dania, "Kangen ocehan lo, yang cerewetnya ngalahin emak-emak komplek."

Lalu tangan Farel beralih memegang hidung mancung Dania yang terpasang selang oksigen. "Kangen hidung lo, yang kalau bau makanan langsung gercep."

Beralih memegang pipi tirus Dania, "Kangen senyum lo, pasti di sini ada lesungnya."

Dan terakhir, tangan kekar cowok itu memegang mata Dania yang masih setia terpejam. "Kangen mata lo, yang melotot kalau lagi kesel sama gue." Farel terkekeh di akhir kalimatnya.

Tersadar sedari tadi tak ada sahutan, cowok berseragam SMA itu menghela nafas pelan. Perlahan tapi pasti, Farel maju mendekatkan wajahnya ke telinga Dania, dan membisikan suatu kalimat.

"Get well soon, Dania Rahma Calista."

🍦🍦🍦

"Sepi banget ya nggak ada Dania."

"Ya iyalah. Dia kan yang biasanya mencairkan suasana," ucap Nathan menyahuti perkataan Oliv.

Saat ini The Kampret minus Farel, dan Oliv sedang berada di tumah Angga. Niatnya pulang sekolah ingin menjenguk Dania, tetapi berhubung Dania masih koma, jadi dibatasi untuk orang yang akan membesuknya.

"Gue juga bisa kali mencaikan suasana," sahut Aldy tak mau kalah.

"Mencairkan hati Ana aja nggak bisa."

Sontak ucapan Angga menimbulkan gelak tawa mereka, terkecuali Aldy. "Julit banget," komentar Putra di sela-sela tawanya.

Nathan mengangguk membenarkan ucapan Angga tadi. "Tapi emang bener sih. Lo mending tanya sama Oliv noh, gimana caranya melululuhkan hati cool human," ucapnya sambil menunjuk Oliv yang sedang bermesraan dengan Angga.

Sehingga cewek berambut sebahu itu menoleh. "Sekedar info nih yah, Dy. Kalo lo mau les privat di gue, itu bayarnya setengah spp sekolah."

Aldy melotot kecil, lalu mendengus malas. "Sarap!"

🍦🍦🍦

Karena hari ini hari libur, maka orang dekat menjenguk Dania yang sudah satu minggu terbaring lemah.

"Hai, bocil! Masih belum bangun juga lo? Betah banget tidurnya. Oh ya, gue lupa, lo kan emang kebo."

Dalam posisi duduk di kirsi samping brankar pacarnya, seperti biasa Farel akan berbicara kepada Dania tanpa ada sahutan dari cewek itu.

Sedangkan keluarga Dania, orang tua Farel, dan juga para sahabatnya menunggu di luar kamar rawat Dania.

"Lo nggak mau minta kunci jawaba ujiian? Tapi gak gratis, lo harus bayar pake cinta."

Tersadar akan ucapnya sendiri, Farel bergidik ngeri, "Apaan sih gue," gumamnya.

"Lo banyak ketinggalan informasi, Dann." Cowok itu tersenyum sekilas. "Tentang Tante Clara, dia—"

Belum selesai Farel berbicara, cowok itu terkejut mendengar suara monitor Dania yang berubah. Tanpa basa-basi, ia keluar dan segera memanggil dokter, bahkan mengabaikan pertanyaan dari mereka yang sedang menunggu di luar.

Setelah doket dan suster masuk,  Farel malah di larang masuk. "Mas, sebaiknya tunggu di luar saja," ucap suster.

"Saya mau di sini, Sus."

"Tapi Mas nanti bisa menganggu kerja dokter yang sedang memeriksa pasien."

"Saya. Mau. Di sini." Farel masih keukeh dengan keputusannya.

"Tapi—" Suster tadi tidak melanjutkan ucapnya  karena dokter mengisyaratkan jika Farel boleh berada di ruangan itu.

Setelah memeriksa Dania, dokter mengela nafas dan bergumam sesuatu.

"Kenapa, Dok?" Farel bertanya dengan nada khawatir, raut wajahnya pun terlihat cemas.

"Innalilahi. Maaf pasien telah tiada."

Bagai tersambar petir di siang hari, Farel benar-benar terkejut mendengarya. "Nggak! Nggak mungkin kan, Dok. Dania masih hidup, Dokter bercanda kan?! Iya kan?!"

Dokter memandang iba Farel yang masih syok itu. "Yang tabah ya."

Dokter tersebut beralih kepada suster. "Sus, tolong catat tanggal dan waktu meninggalnya setelah itu lepas semua alat yang berada di tubuh pasien."

"Jangan di lepas, sus. Dania masih hidup."

Suster tidak mendengarkan permintaan Farel, dan masih berlanjut melepas alat medis di tubuh kaku Dania.

"SAYA BILANG JANGAN DI LEPAS! DANIA MASIH HIDUP."

Farel benar-benar seperti orang kesetanan, sampai teriakannya membuat Lita dan yang berada di luar menjadi masuk ke dalam ruangan.

Lita merosotkan tubuhnya ke lantai, melihat suster melepas alat medis Dania dan juga kemarahan sekaligus tangisan pilu Farel.

Farel menatap dokter dengan mata merahnya. "Dokter bilang kemungkinannya ada dua, koma atau gagal. Dania sudah koma, tapi kenapa malah seperti ini?"

Bersambung...

To Be Continue.

Kalian mau aku update kapan lagi nih?

Asal rame aja sih, biar aku semangat update.

Part selanjutnya selanjutnya lagi, akan ada sesuatu yang mengejutkan.

Stay bacanya yap.

Not Baperan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang