EMPATPULUH

16 3 1
                                    

Seseorang datang menemui tanah yang sudah tertancap batu nisan. Rerumputan sudah tampak tumbuh juga batu nisan yang ukiranya mulai pudar. Entah sudah berapa waktu ia habiskan tanpa seseorang yang sudah tidur di dalam penghujung tanah itu.

"Ayah, Risa datang lagi" katanya sambil menunduk memandangi tanah yang mulai usang. Sudut bibirnya terangkat lantas ia mengelus batu nisan dengan sayang. Sungguh ia rindu sekali.

"Ayah, belum mandi ya?" Setiap kali Risa datang ke pemakaman ayahnya, dia pasti membuat percakapan sendiri seolah ayahnya masih hidup. Entah itu hal yang penting ataupun hal hal random yang membuatnya terkekeh sendiri. Mungkin hanya itu obat ketika ia rindu.

"Ayah kan habis kerja. Mana sempat mandi hahha" monolog Risa sendiri kemudian gadis itu ikut terkekeh kecil. Membayangkan ekspresi ayahnya dulu setiap pulang bekerja. Risa kemudian lanjut membersihkan beberapa rumput yang mulai tumbuh di atas tanah kemudian menyiramnya dengan air dari botol yang ia bawa



"Lo kemana aja?."

Sontak Risa menoleh. Entah kebetulan atau apa ia melihat sosok Regan berada di belakang punggungnya, jujur untuk saat ini dia butuh sandaran selain pada ayahnya. Menuangkan sesuatu yang membuat dadanya sesak setiap hari, kepada seseorang yang bisa memahami posisinya. Bahkan saat melihat Regan pun air matanya hampir jatuh. Dia tidak punya siapa siapa lagi perihal ibunya pun dia juga tidak tau kemana perginya. "Bukan urusan lo."

Regan perlahan mendekat menyentuh pundak Risa dengan tanpa penolakan oleh gadis itu. Risa terdiam tak ada reaksi apapun saat Regan mulai duduk di sebelahnya di situ Regan mulai berani angkat bicara "kenapa Lo sebenci itu sama gue? Ayah udah nggak ada, apa Lo bakal tetep kayak gini seumur hidup?"

Risa mengernyit sesaat, lalu menoleh ke arah Regan dengan ekspresi marah. "Dengan entengnya Lo bilang ayah udah nggak ada? Udahlah Re kalo lo sama sekali gaada rasa bersalah sama ayah, mending lo pergi."

"Di usir dari rumah udah jadi hukuman berat bagi gue, meskipun lo nggak pernah tau bunda selalu nanyain kabar gue setiap saat, karena menuruti kemauan lo untuk ngusir gue. Menurut lo alasan apa yang buat gue kemari?." Regan meraih botol berisi air di tangan Risa lalu menyiramkanya di atas tanah kubur.

"Gue benci sama lo Regan. Kenapa lo yang harus jadi Abang gue?."

Regan tampak tertegun, memang dia sudah tau Risa membenci dirinya untuk saat ini tapi baru kali ini Risa berkata sedemikian tanpa nada kemarahan seolah pasrah. Kejadian dirinya dengan ayahnya juga sudah berlalu dua tahun lamanya dan ia sudah mengakui jika ini adalah sebuah kesalahan. Mungkinkah ada faktor lain mengapa Risa masih membencinya setelah dua tahun yang ia habiskan. Ch, sungguh ini benar benar menyiksanya "Sebenci itu kah lo sama gue walau mustahil banget jika ayah kembali."

Risa menatap wajah Regan dengan nanar, kedua mata bening itu mulai berkaca kaca. "Apa yang bisa lo yakinin buat gue, biar gak benci lo lagi?.

Regan menjilat bibirnya sejenak lalu membuang muka. Dia tidak punya apa apa untuk di katakan pada Risa, yang ia harapkan hanya menjadi kembali seperti dulu layaknya keluarga utuh, tidak lebih."Gue emang salah Ris, gue gak punya apa apa untuk di katakan. Tapi percayalah gue selalu ada buat lo. Nggak usah ngerasa sendiri apapun keadaanya gue tetep di pihak lo."

Risa menarik nafas lalu mengalihkan muka ke arah batu nisan ayahnya. "Janji bakal selalu ada buat gue di depan makam ayah?."

"Iya."timpal Regan menyetujui perjanjian adiknya padahal dia tidak tau apa yang sedang di rencanakan Risa selanjutnya.

****

"Ray, Ray...! Woilah tungguin napa." Protes Athar ngos ngosan setelah sampai mengejar Raya yang nyelonong pergi tanpa menunggunya padahal beberapa waktu lalu bokap Raya sendiri yang menyuruh Athar untuk menjaganya.

Raya&Athar (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang