Seorang laki laki sudah berada di balik punggung Raya tersenyum hangat karena Raya masih duduk tenang di depan matanya. Dia tau, Raya pasti berada di sini "Gue nggak ngrasa di fitnah tuh."
Sontak Raya menoleh ke belakang. Dirinya terkejut mengetahui masih ada seseorang di tempat sepi seperti ini "Kak Liam kok ada disini?."
"Gue emang ada dimana mana." Kemudian Liam duduk di sebelah Raya sementara gadis itu mendadak gelagapan menyembunyikan ekspresi yang enggan di tunjukkan pada Liam. "Nanti jam 1 pagi kita take off."
"Hah?."
Raya mendadak ling lung entah hanya di buat buat atau memang sedang tidak bisa berfikir jernih, membuat Liam semakin mendekat meraih tangan Raya yang dingin. "Nanti sekalian gue kenalin pacar gue di sana. Gak kalah cantik juga sama lo hahaha."
Raya tersenyum kikuk membuat Liam sedikit merasa curiga
"Iiiyya kak."
"Lo kenapa kok kayak ketakut— RAYA!." Bola mata Liam hampir saja lepas dari tempatnya mengetahui sebercak darah keluar dari tangan kiri Raya, jadi sebelum Liam sampai di sini Raya sudah melakukan hal gila itu.
"Udah kak... Gapapa." Raya tersenyum tipis menampakkan bibirnya yang nampak mulai pucat. Tangan kanannya bergerak menyentuh dada, menyengkramnya dengan kuat. Sekarang kentara sekali jika dia sedang kesakitan.
Tak butuh waktu lama Liam langsung membopong tubuh Raya menjauh dari sana. Sumpah demi apapun Liam ketakutan bagaimana jika dia terlambat. Langkah kakinya tergopo–gopo menuju mobil sementara Raya tersenyum getir mencoba menghalau rasa sakitnya "Kkkak.. bbilang.. Mmom maafhh.." Raya kehilangan kesadaran diri sukses membuat Liam hampir gila!
Elen sudah sangat lelah untuk malam ini. Rasanya ingin cepat cepat pulang dan beristirahat. tapi pandanganya tercekat ketika sedang berada dalam perjalanan. Ia melihat kak Liam berlari membopong seorang wanita yang sudah tak sadarkan diri, banyak darah yang keluar dari tangan perempuan tersebut. "Kak Liam gendong sia—" Reflek Elen menutup mulutnya rapat rapat nyaris saja matanya keluar mengetahui gadis itu adalah sahabatnya. Raya.
****
"Bertahan. Gue mohon!." Liam mencengkram stir mobil mengendarainya dengan kilat. Sekujur tubuhnya bergetar, tidak peduli lampu merah sudah memperingatkan dirinya untuk berhenti. Laki laki itu terus menginjakkan pedal gas alih alih menoleh ke arah Raya memastikan bahwa gadis itu masih bisa bernafas. Namun, perlahan nafas Raya mulai melemah meskipun Liam sudah berusaha mengikatkan tangan Raya menggunakan kaos cadanganya darah tetap tidak mau berhenti di tambah wajah Raya sudah mulai pucat sepenuhnya.
****
"SIALAN ANJING!" Elen menggebrak stir mobil kepalanya serasa ingin meledak sekarang. Dia kehilangan jejak Liam. Mobil Liam melesat begitu cepat hingga Elen tak bisa lagi mengikuti dari belakang. Elen memang tidak pandai mengendarai mobil sebenarnya bukan karena itu hanya saja ia masih trauma akibat kecelakaan yang di alaminya 3 tahun lalu. Jadi inilah jawaban kenapa Elen tidak bisa mengendarai mobil dengan kecepatan rata rata, padahal ia sudah berusaha sekeras mungkin untuk menghilangkan rasa traumanya. "Halo bek.. hikss.."
"Iya ay... Heh! Kok nangis ada apa lagi.. ngomong yang tenang ya.. ada apa, Hem?."
"Bek.... Hikss... Rraya..."
Terdengar suara Elen tidak sanggup melanjutkan kalimatnya. Mendadak membuat Rudi semakin cemas.
"Kamu share lock aja ya aku kesana. Jangan nangis. Tunggu aku."
Elen mematikan sambungan telepon lalu segera memberi lokasinya kepada Rudi. Dirinya benar benar hancur, dia sangat benci perihal kehilangan. Dia takut benar benar ketakutan bagaimana jika dia akan kehilangan lagi? Elen tidak bisa! Pasti dia akan semakin gila. "Hikss... Elen belum siap Tuhan... Elen mohon... Jangan ya.. hiks.. cukup mama ajaa.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Raya&Athar (Selesai)
Fiksi RemajaCerita ini di tulis menggunakan hp kentang jadi maafkan kalo berantakan. :)) [END] Proses revisi _________________ Ini bukan tentang kisah broken home yang di picu oleh kdrt atau kerusakan ekonomi. Cerita yang seakan di kendalikan oleh ayahnya keti...