Kaki kecil itu menerobos masuk menubruk bahu Athar hingga terdorong jauh, lututnya lemas sukses merosot tepat di depan tubuh Liam yang sudah tak berdaya. tengkuk Liam terangkat beralih tersandar pada paha milik seseorang yang baru saja masuk.Selang beberapa detik Athar tercengang menyaksikan sosok gadis yang tiba tiba muncul di depanya, gadis itu menangis histeris ketika tubuh Liam mulai di bantu orang orang sekitar untuk di bawa ke rumah sakit. dia tidak salah lihat bukan? Surai coklat dan mata hazel itu pernah menjadi miliknya tapi mengapa sekarang dia acuh dan seolah tidak mengenalnya. Apa yang terjadi setelah dua tahun ini?.
"Rraayya.."
****
Elen melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata rata, bulir di dahinya mulai terlihat kentara sekali jika sedang di landa kecemasan bahkan sejak Athar menelphone tanganya tak bisa diam sedari tadi cemas meremat stir mobil. "Lo jangan kemana mana, lo di situ aja oke?!."
Pip. Elen memutus sambungan.
Tubuh Athar bergetar tak karuan, hampir 20 menit dirinya membeku di dalam kedai yang masih nampak ramai pengunjung, beberapa orang memergokinya, mengintruksi bahkan ada juga yang mengolok olok tanpa tau alasanya. memang tindakan Athar tidak bisa di benarkan mau bagaimanapun itu adalah tempat umum yang mana pengunjung juga berhak mendapat kenyamanan.
Athar melangkah pergi dari kedai tersebut dengan perasaan hampa, nafas yang masih menderu di sertai keringat dingin membanjiri tubuhnya. halte yang sebelumnya ramai kini mulai sepi karena tampaknya hujan akan turun. disana Athar seorang diri berharap seseorang menemani kesedihannya saat ini. merasa bersalah? Tentu, iya. Mengapa ia bodoh sekali, bagaimana jika Liam kenapa napa dan Raya akan bertambah benci padanya. Apalagi tatapan asing itu sukses membuat hati Athar terasa begitu terasa menyakitkan. Ia rindu.
Athar berdiri dari tempatnya, beranjak menrobos jalanan yang sudah basah akibat air hujan. Ia berlari seadanya tanpa tau arah, dadanya sesak apakah ini yang pernah di rasakan Raya ketika semesta seolah tak pernah berpihak padanya.
Apakah karmanya sudah datang kali ini?
Athar seperti hidup sebatang kara dengan banyak harapan agar penyemangatnya kembali. Iya, dia kembali namun sudah bukan seperti dulu lagi. Tatapan itu adalah tatapan asing, tatapan penuh amarah dan tatapan kecewa. Lalu harus bagaimana lagi Athar untuk bertahan. Ia lelah membangun kebahagiaan sendirian, apakah sudah saatnya ia untuk merelakan?
"Raya gue kangen, lo balik ke gue pliss.. gue gak kuat karma ini terlalu kejam. gue sendirian, gue mati rasa dan gatau apa yang harus gue lakuin setelah ini."
Athar tau dia masih punya Elen yang setiap saat selalu datang untuk membantunya, membelikan makanan saat dia tak memiliki sepeser uang, mengurus kuliah agar tetap di perpanjang ketika seharusnya ia di pulangkan atau bahkan memberi bahu ketika Athar di hantui oleh rasa bersalah di masa lalu. Dan kali ini rasa bersalah itu terulang lagi. Apakah jati dirinya seperti ini? Tolong. Athar tidak mau mengalami fase rumit seperti ini
Elen berhak bahagia dia juga kehilangan, dia punya masa yang kelam dan seharusnya tak perlu ikut campur sampai sebegitu dalamnya. Seharusnya ia yang menjaga Elen mengingat pesan Rudi 2 tahun lalu yang sampai sekarang pun masih tak ada kabar. Dan Elen, pasti dia juga merasakan apa yang Athar rasakan. Tapi, mengapa justru Athar yang terlihat begitu lemah.
"Rraaya.. masih hidup.. dan ggue gatau lagi harus apa, titip... salam ke Rudi. maaf gue gak bisa jaga ceweknya.."
Terdengar suara gugup dari sebrang telpon yang di genggam Athar.
Mungkinkah ini balasan yang pernah ia perbuat dulu?
TIN.....
TIN....
KAMU SEDANG MEMBACA
Raya&Athar (Selesai)
Fiksi RemajaCerita ini di tulis menggunakan hp kentang jadi maafkan kalo berantakan. :)) [END] Proses revisi _________________ Ini bukan tentang kisah broken home yang di picu oleh kdrt atau kerusakan ekonomi. Cerita yang seakan di kendalikan oleh ayahnya keti...