EMPAT PULUH ENAM

22 2 1
                                    



Masih ingat dengan tiga cewek dancer yang sekarang jarang muncul? Si Kici, Shirly dan Rosie akhir akhir ini di sibukkan dengan jadwal dance nya. Setelah keluar dari ruang latihan, Kici beranjak sebentar membelikan teman temanya minuman karena memang konsep dance kali ini benar benar menguras tenaga.

Ia berjalan santai menyusuri koridor sampai pada kelas yang pintunya terbuka ia menghentikan langkah netranya terpengarah mendapati sosok Athar memejamkan mata sambil bersandar di kursi. Sadar tidak ada siapapun Kici masuk ke dalam sana memastikan apakah makhluk itu baik baik saja.



"Aathar...?"

Terdengar namanya di sebut Athar hanya menyut tanpa membuka ke dua mata mungkin pusingnya masih tidak bisa di toleran "Hem.."

"Kok sendirian?." Athar diam saja, barulah Kici bertindak mengangkat tangannya perlahan kemudian menyentuh sedikit pipi pemuda itu "Lo sakit?! Tangan Kici merambat lagi berganti menyentuh dahi Athar yang terasa begitu panas "Astaga! Temen Lo mana?! Kenapa di tinggal sendirian sih?

Mata Kici menelisir kemana mana mencari cari siapa tau ada teman Athar di sini. Dan sama sekali tidak ada cowok itu benar benar di tinggal sendirian seperti ini "Gue ambilin-

"Gausah lo pergi aja gue gak sendirian kok."

"Tapi.."

"Please lo keluar.. gue pusing" ujar Athar lirih berhasil membuat Kici terbungkam. Sepertinya Athar tidak membutuhkan kehadiranya "Yaudah, kalo minta sesuatu telfon gue aja. Gue ada di ruangan dance oke?."

Athar mengangguk pelan dan akhirnya Kici pun keluar dari kelas dengan perasaan yang entahlah. Padahal di situasi seperti ini ia benar benar ingin membantu Athar






Raya berbalik bergegas masuk ke kelas sebelah setelah menyaksikan perbincangan sedikit Antara Kici dan Atharnya. Ada perasaan kecewa setelah melihat Kici begitu lembut menggunakan kalimatnya pada cowok yang kini sudah resmi menjadi pacarnya tidak seperti dirinya yang selalu menggunakan nada ngegas setiap kali Athar berbicara.

Apakah Kici benar benar suka pada Athar? Dari matanya saja Raya sudah bisa menilai Kici bisa semanis itu apalagi mengetahui Athar sedang tidak baik baik saja mimik wajah itu seketika berubah panik.

Setelah mengetahui Kici pergi. Raya keluar dari kelas sebelah, berjalan sayu dengan pikiran pikiran yang menerka ada rasa tidak terima bilamana Athar merespon kalimat Kici barusan meskipun kentara bahwa Athar hanya berniat untuk menyuruh Kici pergi. Itu saja. Tapi rasanya tidak bisa di sinkronkan dengan perasaanya yang sedari tadi ingin memprotes.

"Nih, minum dulu." Raya sudah duduk di sebelah Athar dengan menyodorkan sebotol Aqua serta obat pereda pusing di tanganya belum cukup itu Raya menempelkan plester pereda demam di dahi Athar hingga membuat sang empu menoleh "Kok Pake plester?."

"Diem" saran Raya fokus merekatkan bye bye fiver di dahi Athar.

Athar terdiam, jika di tanya ingin protes IYHA! karena plester seperti itu bukan umumnya untuk ukuran dewasa seperti dirinya, dia bukan bocah yang masih menggunakan sejenis plester jidat jika demam tinggi lagi pula Athar juga bisa minum obat tanpa harus di hancurkan menggunakan air. Tapi, bukan itu masalahanya. Lihat saja garis garis wajah yang begitu sempurna mata yang indah juga hidung mancung sukses membuat Athar menahan nafas, merutuki otak dan jantungnya sendiri karena terlalu ribut dengan ulah mata yang kini tak bisa berkedip sedikitpun. Bagaimana dia begitu telaten memasang benda tersebut bagaimana tangan yang cantik itu menyentuh dahinya dan... Bagaimana mata itu terpusat.

Duh, enak ya jadi jidat! Di fokusin Raya Mulu..

"Dah, hoodienya mana?."

Athar masih membeku matanya benar benar tak teralihkan sedikitpun. Heh mulut! cepetan ngmong bego!!

Raya&Athar (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang