LIMAPULUH LIMA

18 2 1
                                    


Athar mengeluarkan motor dari area rumah, sempat berpamitan pada eyang untuk pergi ke rumah Raya mengembalikan handphone yang semalam sempat tertinggal. Athar membawa bekal dari eyang untuk di berikan pada Raya. eyang juga menitipkan salam untuk Raya agar senantiasa datang ke rumah untuk membantu berkebun atau sekedar belajar memasak di dapur. Athar mengangguk menyalami tangan eyang kemudian melenggang pergi.

Sampai di rumah Raya. Athar mendapati mobil milik Darma, dia ada di rumah?. Sial! Padahal dia berniat mengajak Raya keluar untk jalan jalan. jika Darma ada di rumah otomatis bakal ada interaksi panjang setelah ini.

"Oi, pak! Pak Darma ada di rumah?." Tanya Athar pada pak Lubis yang sedang membaca koran di posnya. Pak Lubis melipat koranya sebentar lalu menoleh "Ada perlu?."

"He'em. Eh, maksudnya sama Rayanya bukan bapaknya."

"Ooh, non Raya ada tuh di rumah. Ada pak Darma juga."

"Ngoghey.. Saya masuk ya."

"Sok."

Athar melangkah masuk ke dalam rumah besar milik Pacarnya. Interiornya sungguh sangat menawan, kira kira dia bisa nggak ya beli rumah seperti ini. "Mas Athar ?!"

"Eh, monyet!!." Kaget Athar reflek mengelus dadanya.

Si wanita paruh baya yang sudah lama mengabdi itu terkekeh pelan. "Maaf maaf mas, lagi cari non Raya?."

"Iya bi. Rayanya ada kan?."

"Kayaknya masih tidur deh. Tadi habis sholat subuh sampe sekarang masih belum bangun. Tadi bibi udah bangunin sambil siapin sarapan juga gak mau bangun. Kayaknya kecapekan banget semalem."

Athar merenung sejenak, rasa ingin bertemu Raya kembali urung dari pada ia harus mengganggu gadisnya istirahat lebih baik dia pulang, lagian hari Minggu memang hari yang tepat meluangkan waktu untuk tidur setelah sekian waktu berada di sekolah.

"Yaudah deh bi Gajadi. Ohya nitip ini ya.." Athar memberikan handphone Raya beserta bawaan dari eyang yang sudah memasakkan sedari pagi. Semoga saja Raya suka.

"Gak pengen ketemu tuan Darma dulu mumpung dia ada di rumah."

"Engga bi. Mau latihan futsal aja setelah ini. Salam ke Raya ya."

Si bibi mengangguk meninggalkan senyuman dan di balas manis oleh Athar. Pemuda itu berjalan keluar, sempat menarik perhatian ketika melihat sosok tegap dengan berbaju santai sedang bertelfhonan dengan seseorang. Raut wajahnya terlihat gembira.

"Siapin gedungnya... Iya.... Engga engga yang warna putih aja.... Semua ajudan berseragam harus berwarna putih... Kamu atur ya...." Darma menutup telfonnya bersamaan dengan Athar yang langsung buru buru keluar dari ruangan. Lebih tepatnya berusaha agar dirinya tidak di ketahui oleh Darma.

***

"Eh, udah bangun non?." Kata bi cantik saat hendak meletakan barang yang di bawakan Athar ke meja.

Raya memperhatikan barang yang di bawa oleh bibi "Dari siapa bi?."

"Tadi mas Athar ke sini. Mau ngasih ini" jelas Bibi menentang satu kresek putih juga handphone milik Raya "Tadinya mas Athar mau ketemu non Raya, bibi bilang deh non lagi tidur soalnya non kayak kecapekan banget semalem."

"Oh, yaudah taro situ aja bi. Makasih ya."

"He'em. Sama sama non. Bibi keluar dulu ya mau nyiapin perabotan buat nikah––

"Iya Bi. Semangat kerjanya!!." Selat Raya agak kurang peduli mendengar kalimat yang akan keluar dari mulut si Bibi.

Huh, ribut sekali pikirannya hari ini.

Raya&Athar (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang