LIMAPULUH TUJUH

23 4 6
                                    

Athar memejamkan matanya di uks dengan perasaan yang benar benar hancur. Bukan hanya Regan tapi laki laki itu. Ah, sudahlah dia sungguh lelah sekali hari ini. Badanya sungguh remuk karena semalam ia memforsir dirinya untuk mengerjakan tugas tugas kimia yang sebenarnya tak sebanyak itu. Ia memang sengaja menyibukkan diri untuk tidak memikirkan hal yang baru ia alami beberapa hari lalu. Lebih tepatnya mencoba untuk memaafkan tapi mengapa rasanya sulit sekali? Bagaimana bisa ia mengabaikan Raya sampai seharian ini. sungguh menyiksa. Di depan lab kimia kemarin ia mendapati Raya memeluk laki laki lain.

****

Seseorang itu melepas tangan Raya ketika suasana sudah sepi

"Kak Liam?? Loh kak Liam belum balik?."

"Sengaja aku cancel."

"Kenapa?."

Liam menelan ludahnya susah payah sembari mendekat lalu meletakkan tangannya pada bahu Raya "Lo mau ikut gue? Maaf."

Raya tidak mengerti menampakkan kerutan di dahinya. Maksudnya apa. Perlahan Raya menjauhkan tangan Liam dari bahunya "Ikut kemana? Maaf untuk apa?."

"Udah ya Ray, Cukup untuk Lo nutupin semua sendirian. Gue tau gimana rasanya jadi lo. Gue bakal bantuin lo buat nyari nyokap lo kalo lo ikut gue balik ke London. Dan maaf untuk kejadian semalam."

Raya memicingkan mata sebentar. Kejadian semalam? Kejadian apa? Raya mencoba mengingat memorinya, ah, sial! kejadian itu harus kembali ia ingat ketika ia susah payah untuk melupakan. Wait! Jadi yang menolongnya semalam?

"Kkak––

"Gue udah nemuin nyokap lo."

Tercengang. Seketika Raya melebarkan matanya, kakinya maju selangkah serta kedua tangan reflek menangkap tubuh laki laki lebih tinggi di depanya "Ddimana mami?, kasih tau gue kak!."

Liam menghela nafas panjang. Menangkup rahanng Raya guna untuk menenangkan gadis yang kini sudah menampakan kilau kerinduan di matanya. Liam tersenyum kemudian membuka suara "Lo mau?."

"Mau! mau kak! gue mau ketemu mami!." Ucap Raya sungguh sungguh dengan air mata yang hampir tumpah. Liam tak pernah melihat ekspresi se antusias itu pada gadis di depanya apakah ini saatnya untuk dia membalas budi? Ini salah. Dia benar benar merasa bersalah maka dengan cepat Liam meraih tubuh Raya untuk di peluknya erat erat.





"Maaf Ray... Maafin gue."

Tak sengaja. Baru saja setiba dari toilet Athar menyaksikan kedua insan tersebut sedang berpelukan erat yang ia yakini cewe itu adalah kekasihnya sendiri. Apalagi ini?

****

"Di Uks?."

"Iya, dari pagi tadi dia udah kesono katanya gaenak badan. Gue anterin pulang gak mau."

"Oke. Makasih ya Rud."

Raya bergegas menuju Uks setelah mengetahui seharian ini ia tidak bertemu dengan Athar, apakah mungkin dia masih marah atas kejadian itu. Peduli apa Raya dengan tatapan tatapan tak mengenakkan orang orang di sekitarnya dia hanya mengkhawatirkan seorang Athar.

Kenop pintu terbuka lebar setelah Raya mendorongnya begitu kuat menampakkan Athar yang sedang tiduran dengan lenganya menutupi wajah. Raya menghela nafas pelan belum sempat melangkah mendekat suara Athar sudah terdengar tapi tak merubah posisi apapun "Jangan ganggu."

"Thar.." Ucap Raya lirih. Merasa ada yang aneh dengan nada bicara Athar

Athar tetap pada posisi nyamanya sementara Raya masih kekuh untuk masuk memastikan bahwa Athar baik baik saja.

Raya&Athar (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang