Jika di kata tidak hancur itu salah besar. Athar berantakan setelah 2 tahun ia lewati tanpa Raya, tanpa Eyang dan juga tanpa Rudi. Hidupnya benar benar hampa rasanya ingin berakhir saat itu juga.
Setelah kelulusan di bangku menengah atas Athar bertengkar hebat dengan ayahnya, bagaimana tidak Athar yang sudah sangat nyaman berada di Jakarta di paksa pulang untuk melanjutkan studi di kota asalnya apalagi mendengar rumah eyang akan di jual membuat Athar sangat ingin murka.
Rudi melanjutkan studi di luar negri sedangkan Elen masih satu kampus dengan Athar. katanya sih dia tidak mau meninggalkan papanya yang masih bertugas di jakarta maklum Elen sesayang itu karena tidak ada keluarga lagi selain papanya.
Athar berhasil membantah untuk tidak pulang ke Bandung tapi dengan syarat hidup mandiri tanpa bergantung pada ayahnya. ia hanya memiliki rumah Eyang juga berusaha membagi waktu untuk bekerja dan melanjutkan kuliah. Tak jarang juga bundanya ikut serta membiayai Athar secara sembunyi sembunyi karena beliau masih mempunyai nurani sebagai seorang ibu.
"Belum move on lu?." Tanya Elen setelah menyedot susu vanilanya. Saat ini ia berada di kafe tempat bekerja Athar mereka duduk di bangku kosong setelah kafe dalam keadaan hendak di tutup. Sebenernya Elen juga tidak tega melihat nasib Athar yang berubah miris seperti ini, bahkan outlet yang dulu pernah di pegang Athar pun di ambil alih lagi oleh ayahnya.
"Aneh ya.. Lo yang mutusin Lo juga yang gamon."
"Heh, yang mutusin Raya bukan gue."
"Tapi Lo yang maksa! Inget ye thar gue masih belum maafin Lo karena udah bikin sahabat gue depresi.
Athar membuang muka malas. Jujur sebenernya ia malas berbicara dengan Elen apapun yang di bicarakan gadis itu pasti mengungkit ungkit soal masa lalu.
"Bisa nggak si Len. Gausah bahas soal Raya."
"Bisa gak sih cukup dengerin dan gausah ngelak. Athar Lo itu salah."
Athar hanya menghela nafas gusar, matanya terlihat sayu dengan garis muka yang sudah terlihat lelah.
"Len, gue cape. Gue lagi gamau bahas Raya. Gue juga punya sesuatu yang harus gue pikirin, gak harus selalu tentang Raya. 7 jam gue kerja dan Lo kesini malem malem cuma mau bahas perihal yang sama? Udah ya cukup."Athar beranjak meninggalkan Elen yang masih terdiam memperhatikan kegiatan Athar yang hendak merapikan beberapa tatanan kursi.
Hari ini Athar sudah tidak mau membahas perihal itu lagi. Rasanya tersiksa, setiap malam selalu di bayangi wajah Raya. Setelah Elen menyatakan bahwa Raya sedang tidak baik baik saja bersama Liam waktu itu. Bukan ingin mengelak tapi Athar tak sanggup, rasanya dunianya benar benar sepi dengan di hantui rasa bersalah.
"Thar..?"
"Pulang gih udah malem. Kalo Rudi tau pasti gue yang kena omel."
Elen menghela nafas sebelum beranjak dari sana. Dia tau Athar sedang lelah hari ini, lebih baik Elen membahas hal ini untuk lain waktu daripada merepotkan Athar yang sepertinya memang sudah capek. "Yaudah iya. Lo juga jangan tidur malem malem. Bye."
Sepeninggal Elen Athar terdiam, Apakah selama ini rasa sayangnya masih kurang besar?. Harus dengan apalagi Athar menerima hukuman yang sebenarnya menyiksa ini. Seperti hidup sendiri tanpa ada satu orang pun di hidupnya. Sudahlah, lebih baik dia segera menutup kafe dan segera pulang.
****
"Dah, turun."
"Ongkos jajan?." Ansa mengadahkan tangan setelah Elen memerintahkannya untuk turun dari mobil. Gadis itu melengos kesal ternyata mempunyai adik sangat menjengkelkan ya. "Dih, gue bukan emak lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Raya&Athar (Selesai)
Teen FictionCerita ini di tulis menggunakan hp kentang jadi maafkan kalo berantakan. :)) [END] Proses revisi _________________ Ini bukan tentang kisah broken home yang di picu oleh kdrt atau kerusakan ekonomi. Cerita yang seakan di kendalikan oleh ayahnya keti...