DUAPULUH DUA

19 3 2
                                    

Sementara ini belum ada kegiatan. semua siswa sibuk bersenang ria bersama teman temanya, kegiatan di mulai malam hari. Beberapa dari mereka ada yang bernyanyi sambil bermain gitar atau jalan jalan mengitari bukit.

Risa Raya dan Elen kini tengah berada di tepian sungai sembari menunggu munculnya senja saat malam hari akan tiba. Mereka bersenang senang layak teman biasa bahkan Elen juga ikut serta berfoto bersama mereka.

Raya tak habis pikir dengan pola pikir Elen, dia benar benar berubah seperti dulu, Raya pun sempat canggung karena sudah sekian lama ia tak bergurau ria seperti ini.

"Satu, dua.. " cekrek

"Bagus. Ray Lo lompat deh keknya lebih bagus." Ujar Elen sembari fokus menatap layar kamera.

"Oke."

"Satu, dua.. " cekrek

"Mantep!, Ris ayo sekarang lo yang lompat." Seru Elen mengintruksi Risa.

"Nggak usah tadi kan gue udah."

"Ya elah, baru berapa. Yaudah Lo potoin gue sama Raya gih."

Raya tertegun, Elen benar benar berubah seperti dulu, bisa di lihat senyuman itu nampak tidak di buat buat. Ah Raya bingung sekaligus senang entah apa yang membuat Elen seperti ini. Sudahlah Raya tak peduli, yang terpenting Elen kembali seperti dulu.

"Ray lo depan gue belakang, entar kalo gue lompat lo nunduk ya?

"Ooh, Okelah"

Elen sudah berancang-ancang untuk melompat, dan cekrek

"Udah." Ujar Risa lalu memberi kameranya kepada Elen.

"Bagus juga hasil jepretan Lo." Puji Elen melihat lihat isi kameranya.

"Yaudah selamat bersenang senang gue kesana dulu." Elen melangkah menjauh yang membuat Raya kembali di landa rasa bingung, baru saja ia merasakan de Ja vu. Ternyata Elen belum berubah secepat itu.

"Ris, Elen kenapa ya?"

Risa hanya mengedikkan bahu pertanda ia tidak tahu.

Raya kembali menatap genangan air yang melintas di pergelangan kakinya, airnya dingin, sejuk dan pastinya sangat indah.

"Ray, kemarin kalo nggak salah gue gak sengaja dengerin kak Sena ngobrol sama temanya, katanya dia mau nembak seseorang."

"Terus?" Jawab Raya datar masih memainkan air yang mengguyur kakinya

Risa perlahan menoleh ke arah Raya, pandanganya seolah sedang menggoda.

"Iya, temenya bilang pasti yang mau di tembang kak Sena itu elo dan Lo tau? kak Sena gak jawab malah senyum senyum sendiri, dan gue baru pertama kali lo liat kak Sena senyum semaskulin itu, ouuh Uwwunyaaa"

Raya spontan memukul bahu Risa.

"Ish, apa'an sih Ris, mana ada."

Sebetulnya Raya biasa saja, omongan Risa itu kadang ada benarnya kadang ada juga salahnya. Dia kalau lagi serius jangan di ragukan. kontras dengan Elen yang Childish, jadi wajar jika Raya masih merasa canggung dengan Risa, sudut pandang mereka berbeda, Risa yang gak suka adu bacot dengan hal yang gak penting sedangkan Elen yang selalu mempermasalahkan hal yang padahal gak masuk akal, namun itu adalah alasan bagi Raya menjadi betah sampai detik ini.

Nggak tau juga dengan Risa yang awal mulanya Raya kira dia adalah seorang yang pendiam nyatanya dia juga bisa se humble ini. Entahlah Raya hanya bisa menilai sudut pandang Risa sampai di titik tersebut, mungkin masih ada banyak lagi.

"Ray, gue tinggal bentar gak papa?"

" Mau kemana?"

"Cari sinyal, kayaknya hape gue eror deh, mau kirim pesan ke bunda soalnya."

Raya&Athar (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang