"Mas dia siapa?." Tanya wanita di sebelah Darma dengan mimik menduga–duga.
"Temanya Raya." Darma hendak keluar dari mobil namun sang perempuan menahan tangan Darma menghentikan pergerakan calon laki lakinya "Acara pernikahan tinggal 10 menit lagi. Para tamu pasti sudah menunggu di gedung DA."
Darma nampak berpikir sebentar. Tiba tiba Elen langsung mengetuk kaca tepat di sebelah Darma yang berada di kursi penumpang. Elen terus mengetuk kaca tersebut dengan tidak sabaran. Sungguh dia benar benar tidak tau ayahnya Raya sudah sebebejat ini. "Om Cepet buka!."
"Bagaimana ini pak? Waktu kita tidak banyak." Kata sang supir takut jika perkiraanya tidak tepat pada waktu yang telah di jadwalkan. Darma berdehem menghiraukan Elen, kemudian menyuruh sopirnya untuk segera mengemudikan mobil.
"Om! Dengerin saya... Om pliss.. oomm!.... Bangke! Maksudnya apa anjir, Raya ilang malah dia enak enakan mau nikah." Elen berbalik sedikit berlari menuju mobilnya. Kali ini ia akan terus mengejar Darma kemudian menyadarkan pria tersebut bahwa anaknya sedang tidak baik baik saja. Tapi, dimanakah Raya sekarang? Apakah dia ikut serta hadir ke pernikahan tersebut? Semoga saja Raya berada di sana di gedung DA. Tempat ayahnya melangsungkan pernikahan.
****
Rudi menarik panel hijau ke atas mengangkat panggilan telfon dari kekasihnya. "Iya ay..... Iya, masih.... Apa?!... Iya iya oke."
Hari ini Rudi memang berniat menemani Athar di rumahnya bukan hanya sekedar menghibur lelaki itu selepas kepergian eyang, tapi juga berajaga jaga jika saja ayahnya mengamuk. Athar selalu diam jika ayahnya bertindak kasar dan sebagai laki laki ketiga Rudi tak segan untuk terus melerai mereka meskipun kesanya ikut campur. Dia tidak peduli. "Thar.. bokapnya Raya nikah hari ini."
Athar mengisap rokok kemudian membuang asapnya perlahan. "Terus.."
"Thar, Lo yang paling tau Raya gimana—
"Bukan gue. Masih ada Liam."
Rudi menghela nafas. "Plis turunin sedikit aja ego lo. Kenapa amarah lo hanya berpatokan pada Liam tanpa paham kronologinya seperti apa."
"Emangnya lo juga paham? Sejauh apa lo paham hubungan gue?."
"Gue emang gak paham. Dan posisi gue sebagai sahabat lo juga gak bakal diem kalo salah satu dari kalian gak baik baik aja. Gue emang gak seratus persen paham tentang kalian. tapi perlu lo tau sejauh ini gue sama Elen udah berusaha buat balikin keadaan seperti semula meskipun ada sedikit cekcok diantara kita berdua."
"Intinya..?."
"Hemmh, dahlah biar Elen yang jelasin besok. Dan gue harap lo gak akan nyesel di kemudian hari."
****
"Biarin gue masuk! Gue tampol lu ye... Lepasin!." Elen memberontak ingin masuk kedalam gedung memastikan apakah Raya berada di sana atau bukan. Dia sama sekali tidak peduli acara pernikahan Darma akan rusak karena kedatanganya, tujuanya hanya ingin menemukan Raya, tidak lebih.
"Udah gue bilang gue gak mau kondangan. Gue cuma mau nyari Raya doang buset. Ribet amat lo jadi petugas!."
Sang petugas keamanan di depan gedung tetap tidak memperbolehkan Elen masuk karena tidak membawa undangan pernikahan kedua mempelai, bukan tidak di undang. Hanya saja Raya enggan memberikan undangan ayahnya pada Elen. Dia ingin menutupi semua, dia malu. "Pak! Raya tuh anaknya om Darma loh dan saya temenya. Ya jelas dong saya berhak—
Sah!
Kalimat Elen terpotong ketika mendengarkan satu kalimat sakral tersebut melalui sound system yang tidak jauh dari sana. Elen terdiam cukup lama, dirinya seperti... mati rasa. Yang ada dalam otaknya hanyalah Raya, bagaimana dengan perasaan gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raya&Athar (Selesai)
Teen FictionCerita ini di tulis menggunakan hp kentang jadi maafkan kalo berantakan. :)) [END] Proses revisi _________________ Ini bukan tentang kisah broken home yang di picu oleh kdrt atau kerusakan ekonomi. Cerita yang seakan di kendalikan oleh ayahnya keti...