EMPATPULUH DELAPAN

25 2 7
                                    


Mobil hitam metalik kini sudah terparkir rapi di dalam bagasi rumah, malam ini menunjukan tepat pukul 9 malam. Pak Lubis yang sedang berjaga di posnya kontan membukakan gerbang ketika majikanya datang.

Raya memicing sesaat, di dalam bagasi itu ada mobil kantor milik Dady yang sudah lama tak pulang ke rumah. "Dady pulang?."

Raya turun dari mobil mengunci sebentar lalu bergegas masuk ke dalam rumah. Ingin memberi pertanyaan bejibun mengapa Dady akhir akhir ini jarang pulang padahal seperti biasanya beliau mustahil seperti ini. apalagi tak membalas chatnya sedikitpun.

Oke, dia tau ayahnya adalah orang penting tapi sampai se engganya kah dia tidak mengabari putrinya sendiri.


"Dad!--

Raya menutup mulut, tak jadi melanjutkan kalimatnya. pria yang di sebut Dady itu ternyata sudah terlelap di ruang tengah dengan pakaian lengkap khas orang kerja. Wajahnya nampak lelah, kerutan di wajah juga semakin jelas pertanda ayahanya kini sudah tidak muda lagi.

Ekspresi Raya berubah teduh, seberkas senyum tipis tercetak di sana. ada helaan nafas sebelum dia perlahan melangkah mendekati ayahnya.

"Capek ya dad?." Tanya Raya lirih takut jika ayahnya terbangun. Detik berikutnya ia melepas sepatu ayahnya dengan telaten kemudian mengusap wajah Dady pelan dengan duduk di pinggiran kursi sofa.

Sejurus setelah itu bi cantik datang membawa minuman hangat untuk majikanya yang ternyata sudah tertidur. Ia juga sempat salah fokus karena Raya kini sudah berada di sana beberapa waktu yang lalu. "Loh, non udah pulang? Mau makan non?."

"Eh, engga bi gausah. Itu minumnya Dady?."

"Iya, tadi minta air anget eh udah tidur ternyata."

"Taro situ aja bi, nanti juga di minum."

"Tuan ga di suruh pindah ke kamar aja non?."

"Gausahlah bi, udah pules keknya."

Bi cantik mengangguk "yaudah bibi tinggal dulu ya."

"Oke"

Raya terdiam, memandangi wajah Darma yang tertidur dengan lekat, namun tiba tiba sebuah ponsel berdering menimbulkan suara yang cukup di dengar oleh Raya karena rumah dalam keadaan mode hening.

Suara itu berasal dari ponsel Dady.

Takut membangunkan ayahnya, jadilah Raya berusaha meraih ponsel di meja tamu hendak mematikan sebentar. Namun, di sana nampak nomor yang tertera tidak ada nama membuat Raya berubah penasaran. Lagi pula bisa saja ini dari kantor yang berkaitan dengan hal penting mendadak. Jadi jika ada apa apa Raya bisa menyampaikanya besok kan?




"Halo."

"Maaf, dengan bapak Darma?."

"Oh, iya saya putrinya ada apa?."

Seorang disana menarik nafas dalam sebentar, sebelum melanjutkan kalimatnya.


"..."

"Hah?!." Raya terkejut bukan main seketika ada rasa khawatir juga hatinya yang tiba tiba terasa tersayat belati tajam. Sulit sekali untuk di terima, bahkan sempat terlihat otot di wajah putih miliknya karena menahan rasa amarah yang tiba tiba membuncah. Nafas yang mulai sesak juga kepalan tangan yang kini terasa menusuk nusuk sang kulit.

Bak belati yang sudah di asah kini dengan mudahnya menggores luka lagi yang bahkan yang lalu pun belum sembuh. Mengapa terulang kembali?

Apakah ini alasan Dady gak pulang akhir akhir ini bahkan tak membalas pesannya satu huruf pun.

Raya&Athar (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang