AN -١٤- MAWAR PUTIH

2.7K 363 26
                                    

📌
•-------•
Membacaku pasti akan lebih nyaman jika kamu sudah menunaikan semua ibadahmu. Letakkan benda pipih kesayanganmu itu, berdiri, dan lekaslah mengingat Allah.
•-------•
•-------•
Kurang ajarnya pria adalah, kadang suka datang dan kembali tanpa ada niat menyeriusi. ___ Bodohnya wanita, mereka percaya itu.

-Kinand-

•-------•

"Dan satu lagi,_" ucap Niswa sebelum benar-benar beranjak.

"Jangan panggil-panggil aku kayak tadi. Jijik tau gak?!" lanjut Niswa.

"Apa? Yang mana? Panggil apa? Sayang? Kenapa? Kan kamu sendiri yang nulis di surat perjanjian itu, kalo kita gak boleh bersikap kayak suami istri pas lagi berdua aja. Kan tadi ada banyak orang. Gak salah dong kalo aku panggil istri aku sayang?"

Azzam benar-benar tidak bisa dikalahkan. Dia selalu saja menemukan alasan yang tepat dan bantahan yang kuat. Niswa jadi menyesal karena tidak langsung meninggalkannya saja tadi. Terlalu lama berdekatan dengan Azzam, sepertinya Niswa bisa-bisa darah tinggi.

Dengan perasaan yang masih kesal dan tatapan tajam, akhirnya Niswa benar-benar meninggalkan Azzam di tempatnya.

Semua orang yang masih ada di meja makan tadi semakin takut saat melihat Niswa lewat dengan wajah kesal seperti itu. Mereka semua memiliki pemikiran yang sama. Apakah majikannya itu bertengkar? Tapi, mana mungkin? Mereka itu kan pengantin baru. Mana mungkin pengantin baru bertengkar di hari pertama mereka menyandang status sebagai sepasang suami istri?

"Yuk lanjutin makannya. Masih belum pada duduk dari tadi?" tanya Azzam yang baru saja sampai di meja makan.

"I-iya Tuan." jawab mereka semakin canggung.

"Eh-eh Pak Udin mau kemana Pak? Ayok sarapan dulu. Belum habis itu sarapannya Pak Udin," cegah Azzam ketika melihat Pak Udin seperti ingin beranjak.

Melihat Niswa keluar, Udin teringat kalau mobil majikannya itu masih belum keluar tadi. Tidak mungkin kan Udin membiarkan Niswa membuka dan menutup gerbang sendiri? Bisa langsung jadi pengangguran dia.

"Itu Tuan. Tadi mobil Nyonya kan belum keluar Tuan," jawab Udin.

"Udah biarin aja, Niswa bisa sendiri kok. Kan ini waktunya Pak Udin makan. Ya makan dulu aja lah. Udah duduk lagi aja," balas Azzam.

Akhirnya Azzam makan bersama-sama dengan orang-orang yang bekerja di rumah Niswa ini. Mereka masih terlihat canggung. Ya tentu. Mereka pasti melihat Azzam sebagai majikan di sini. Lambat laun Azzam pasti bisa menghilangkan perasaan canggung itu.

Di rumahnya sendiri, tak jarang Azzam makan bersama-sama dengan seluruh pekerja yang ada di sana. Hafiza, ibunya itu selalu mengajarkan bahwa kita harus berbuat baik kepada siapapun, tak terkecuali pada mereka para pekerja yang membantu kegiatan di rumah. Justru kita harus berterimakasih kepada mereka, bukan malah mengucilkannya. Apalagi sampai memandang mereka rendah.

"Gimana? Enak gak?" tanya Azzam melihat mereka sangat menikmati makanannya.

"Enak Tuan, enak banget. Tuan jago masak ya ternyata," sahut Ahmad.

"Iya Tuan. Ini mah bukan enak lagi, tapi enak banget. Kayak makanan-makanan restoran gitu loh Tuan," sahut Bi Warsi juga.

Azzam hanya menjawabnya dengan senyuman saja mendengar pujian dari mereka. Mereka semua memang belum mengetahui profesi Azzam hingga kini. Biarlah. Akan lebih baik kalau mereka tidak tahu. Azzam juga tidak suka menyombongkan diri. Ibunya selalu menekankan itu kepadanya sejak kecil, bahwa sikap sombong itu sangat-sangat tidak baik.

Azwa Karsa (END-COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang