"Jin... Ini persis seperti yang ada dimimpiku." melihat mimpinya terus menjadi kenyataan, tubuhnya terasa lemas mengingat hari itu benar-benar semakin dekat dengannya.
"It's okay. Everything will be okay. I will always be with you, remember?" balas Hyunjin menarik tubuh Nara untuk didekapnya, ia tahu Nara pasti merasa semakin tertekan setelah semua ini.
"Jin... Maafin aku... Aku cuma--aku juga gak pengen kek ini, tapi--" saut Nara sesegukan, mestinya ia sudah menangis dipelukan Hyunjin.
"Raaaa... Please! Ini bukan salah kamu... Aku mohon, jangan pernah nyalahin diri sendiri. Kita pasti bisa ngelawatin ini semua bareng-bareng. Semua bakal baik-baik aja, really!" sebisa mungkin Hyunjin berusaha menenangkan Nara. Ia tahu persis apa yang membuat Nara seperti ini.
Sejak pertama ia dipertemukan dengan Nara kembali, Nara terus mendapati mimpinya menjadi kenyataan. Namun, mimpi yang dia ceritakan kepada orang lain terlebih dahulu pada akhirnya memiliki alur cerita yang berbeda. Itulah mengapa ia takut ending dari mimpinya bisa saja berubah lagi.
Inilah alasan menjadi Nara itu berat, ia harus menerima semua ini sendirian. Ia bahkan tak bisa bercerita tentang apa yang dilihatnya. Satu-satunya cara agar mimpi itu berjalan semestinya, ia harus menjalani hari-hari yang sudah pernah dilihatnya tanpa memberi tahu orang lain, termasuk Hyunjin.
Hyunjin mengangkat tubuh Nara dilengannya dan membawa Nara berbaring di atas kasur. "Sekarang istirahat aja ya... Hari ini sudah berlalu, begitu pun hari-hari berikutnya. Kita pasti bisa ngelewatin semua partnya, tanpa terkecuali."
Hyunjin sebenarnya merasa menjadi orang yang paling bersalah disituasi ini. Ia bahkan tak bisa membantu istrinya untuk keluar dari situasi ini, padahal mereka telah terikat janji untuk saling meringankan beban antara satu dan yang lain.
"Hm... Kita pasti bisa ngelaluin semua ini, Jin. Kamu juga istirahat ya dan... Jangan nyalahin diri sendiri. Semua pasti akan berlalu." ucapan Nara seolah bisa mengetahui apa yang Hyunjin rasakan. Hyunjin yang tak sanggup lagi menatap mata nanar Nara, ia pun memeluknya erat.
"Makasih, Ra. Makasih udah hadir di hidupku. Aku gak akan pernah ngelupain momen ini bahkan sampai aku mati nanti."
"Makasih juga, Jin. Aku bersyukur bisa hidup sama kamu seperti ini."
---
Terkadang hidup terasa lebih sulit dibayangan kita, namun akan terasa lebih ringan jika kita mau menerima dan ngejalaninnya dengan lapang dada.
Sebuah kisah persahabatan yang damai. Satu persatu dari mereka akhirnya dipertemukan dengan jalan takdir mereka sendiri-sendiri. Penuh keluhan, deras air mata, luka batin maupun raga, semua harus mereka lalui demi menyambut hari ini.
Menjadi anak kuliahan tak seindah adegan dalam drama. Tak ada namanya keringanan dalam segi apapun, semakin dijalani, tugas juga semakin terasa mencekik.
Di perpustakaan kampus, seorang Sena berusaha untuk belajar semampunya, ia juga hanyalah manusia yang selalu mengeluh.
"Bisa-bisa gue tua sebelum waktunya kalo terus kek gini. Akhhh~" gumam Sena sambil menjedot-jedotkan kepalanya pada buku di atas meja.
"Dan sebelum tua, lo bakal geger otak duluan." tiba-tiba seseorang datang dan membawakan minuman dingin di depan Sena.
Sena membulatkan matanya lebar, "Lo? Kok di sini--" tanyanya terkejut setelah melihat kedatangan Han.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who are you? | Hwang Hyunjin
FanficIni bukan sekedar halusinasi, tapi dia memang benar-benar ada.