Jahil ala Lauryn

22K 1.3K 43
                                    

XII IPA 5 memang tiada hari tanpa masalah. Kelas itu juga tidak hanya berisi siswa yang terkenal tampan dan cantik, tapi juga biangnya masalah. Bahkan mereka sendiri menamai kelas XII IPA 5 sebagai kelas gesrek.

Tak ada yang betul. Apalagi Anwar, Radit dan Lauryn. Ketiganya ada saja kejahilan yang dilakukan. Prisil, Crista dan Brama justru lebih sering ribut karena perbedaan pendapat diantara mereka. Masalahnya adalah lebih bahaya mana, buaya jantan atau betina? Tau sendirilah, fakboy sama fakgirl tidak akan bisa akrab. Mungkin.

Lauryn, Anwar dan Radit masuk kedalam kelas dengan terburu-buru.

"Gila! Bu ember emang bener-bener parah kalau ngomong," keluh Anwar. Ia menggosok-gosok telinganya yang terasa panas.

"Betul tuh. Pengang telinga gue denger ocehannya," timpal Radit. Ia duduk dan merebut kipas buatan kertas milik Brama.

"Bocah kurang pinter," kesal Brama. Ia kembali merebut kipas angin kertasnya.

"Pelit banget lo," cibir Radit.

"Asal lo tau. Ini hasil karya gabutnya orang ganteng. 30 menit gue bikin ginian," balas Brama.

"Anjir! 30 menit buat bikin gituan doang?" tanya Anwar.

Brama mengangguk mengiyakan.

"Kalau gue rusakin, mewek ga?" tanya Lauryn pada Brama yang kini menatap galak padanya.

Lauryn mengibas-ngibaskan tangannya. "Tatapan lo masih kalah jauh sama Oriel." Lauryn menoleh pada Oriel yang duduk anteng dengan sebuah buku di tangan laki-laki itu.

"Masih kalah jauh," ucap Anwar bernada.

"Masih kalah jauh," ulang Radit mengikuti gaya Anwar.

"Gak salah lo berdua dikira Ipin Upin. Sifat juga sebelas dua belas," cibir Brama. Ia kembali melanjutkan membuat kipas dari kertas robekan buku Deren. Mumpung yang punya lagi sibuk main game.

Gak punya akhlak emang. Untung Deren dan Oriel bisa tahan dengan mereka.

"Oriel," panggil Lauryn.

Tidak ada sahutan. Yang dipanggil masih diam. Hanya mata saja paling yang bergerak mengikuti apa yang dia baca.

"Pangeran Oriel," panggil Lauryn lagi kali ini lebih merdu dan lembut.

"Masih diam kayak patung, cuma
nafas yang membedakan keduanya," pikir Lauryn.

"Papi Oriel."

Tidak ada sahutan.

"ARGANI PUTRA ORIEL!" teriaknya Lauryn cukup kencang tepat disamping telinga laki-laki es itu.

"Diam!" Oriel menatap tajam pada Lauryn.

Tapi yah seperti Oriel yang selalu mengabaikan Lauryn. Lauryn juga tidak mempan pada tatapannya. Lauryn malah tersenyum senang mendapatkan tatapan mata galak plus beku dari pangeran LHS.

"Ada yang salah sama Oriel," adu Lauryn pada Anwar dan Radit yang duduk di depannya, "gue lembut dia diam. Gue kasar baru nyaut."

"Yang lo ganggu itu es, mana bisa disamain kayak yang normal," celetuk Prisil. Ia meringis saat mendapatkan tatapan tajam dari Oriel. Bisa tahan juga Lauryn sama tatapan begitu.

"Namanya juga es, sikapnya pasti dingin," timpal Crista. Ia asik memakan kentang goreng, bekal milik Prisil.

"Prisil sama Crista ga boleh nakal ya," nasihat Lauryn seperti orangtua menasehati anak-anaknya, "ntar papi Oriel makin galak, kayak singa. Aum," lanjut Lauryn menirukan auman singa.

FATE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang