Kenyataan

13.6K 937 63
                                    

Dibawah langit malam ditemani cahaya dari lampu yang berjajar, Oriel dan Lauryn duduk bersama di sebuah bangku taman di halaman belakang rumah Oriel yang cukup luas. Cahaya dari bulan terpantul jelas di kolam renang milik Oriel yang membuat suasana kian sepi karena hanya berdua saja di taman itu.

Aroma bunga mawar yang Grisselda sengaja tanam bisa tercium oleh hidung keduanya, karena angin malam yang cukup dingin hingga dirasa bisa menusuk dikulit.

Lauryn menoleh ke belakang. Tidak ada siapapun. Argan, Grisselda dan Zack memilih waktu untuk berkumpul untuk membicarakan sesuatu yang Lauryn tidak tahu. Kesempatan ini juga yang Lauryn pakai untuk meminta Oriel menjawab kebingungannya sebelumnya.

"Jadi, orang tua lo belum tau identitas gue sebenernya?" tanya Lauryn lagi.

"Hm."

"Terus kenapa om Argan bisa tiba-tiba berubah sikap sama gue?" tanya Lauryn tidak paham sekaligus tidak percaya. Argan yang mempunyai sifat keras kepala. Kenapa bisa berubah drastis begitu?

"Papa udah nyelidikin soal lo, Lau," jawab Oriel yang membuat Lauryn terdiam karena kaget saat mendengarnya.

"Itu berarti-"

"Papa belum tahu sejauh itu," potong Oriel cepat, sebelum Lauryn salah paham, "dia cuma tau kalau lo pernah tinggal di AS sebelumnya. Hanya sampai situ."

"Lo yakin?!"

Oriel mengangguk mengiyakan. "Gue yakin," jawab Oriel, "yang tau masa lalu lo cuma bang Zain, kakek sama gue."

Lauryn menghela nafas lega. Rasanya ia tidak bisa membayangkan jika harus dibenci oleh keluarga Oriel.

"Itu setahu gue," lanjut Oriel.

"Ya lo bener, yang tau cuma kalian bertiga. Gue meminimalisir orang yang tau kebenaran jati diri gue. Semakin lo banyak tau tentang gue, hasilnya gak akan bagus. Udah biasa gue begitu."

Oriel yang sejak tadi memandangi air kolam yang tenang, menoleh ke samping dimana Lauryn kini duduk. Mata gadisnya nampak kosong menatap ke depan.

"Apa yang lo khawatirin Lau?" tanya Oriel lembut.

Lauryn ikut menoleh kearah Oriel. Ia selalu merasa tenang saat melihat mata Oriel yang entah sejak kapan tidak pernah menatap tajam padanya lagi, justru sebaliknya. Lembut dan teduh.

"Banyak hal. Tapi yang paling gue takutin saat dimana gue harus pergi dari lo dan yang lainnya." Mata Lauryn kembali terasa panas, air mata bisa ia rasakan sudah menggenang di pelupuk matanya. "Gue gak bisa. Gue juga capek hidup kabur-kaburan kayak gini. Tapi ketakutan terus menghantui gue. Gue-"

Oriel dengan cepat menarik tengkuk leher Lauryn. Mendekap erat tubuh atas Lauryn. "Cukup Lau," potong Oriel cepat, "lo cuma nyakitin diri sendiri dengan prasangka pemikiran lo. Gak ada apa-apa. Semuanya pasti baik-baik aja. Lo gak perlu takut. Gue disini nemenin lo," ucap Oriel menenangkan Lauryn.

Salah satu tangan Lauryn meremas kencang kaos hitam yang Oriel gunakan malam ini. "Apa boleh begitu?"

"Tentu Lau. Yang jagain lo banyak. Semuanya peduli sama lo, termasuk REXITER's. Kita semua ada dipihak lo."

Lauryn mendongak guna melihat keyakinan di mata Oriel. Dan yah. Oriel sangat yakin dengan ucapannya.

Oriel menghela nafas pelan. Dengan lembut kedua ibu jari tangannya menghapus air mata yang sempat keluar dari balik mata indah Lauryn.

FATE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang