Misi Pembebasan

15.8K 957 22
                                    

Semilir angin sore cukup nikmat dirasakan. Semua anak REXITER's berkumpul bersama di basecamp untuk menghadapi tantangan D'ride tempo hari yang ingin melawan mereka.

Tidak hanya anak REXITER's, tapi Lauryn dan ketiga sahabatnya juga ikut berkumpul di ruang tengah. Mereka hanya perlu menunggu Oriel untuk datang ke basecamp.

"Oriel tumben belum datang," ucap Anwar, "biasanya dia yang paling pertama datang kalau ada acara lawan kayak gini."

"Nah betul. Gue curiga sama papanya Oriel," sahut Brama yang tahu watak Argan yang keras. Prisil yang berada di sebelah Brama, menjitak kepala laki-laki buaya itu untuk tidak asal bicara.

"Terus gimana? Tinggal dua jam lagi sebelum bertempur," ucap Radit sambil sesekali memakan keripik kentang kepunyaan Crista.

"Telpon aja kali, kenapa pada bingung? Coba aja lo telpon Hiro," ucap Clara.

Deren menggelengkan kepalanya. "Gak aktif."

"Kenapa? Kok bisa? Bukannya ini penting ya," tanya Clara beruntun.

Deren hanya mengendikkan bahunya acuh tak acuh. Ia sendiri juga tidak tahu bagaimana situasi Oriel sekarang. Sudah dua hari, ia tidak bertemu dengan Oriel semenjak kepulangan Argan kemarin.

Sudah jelas bukan kalau tidak hadirnya Oriel, berhubungan dengan papanya, Argan.

"He love me, he give me all his money
That Gucci, Prada comfy
My sugar daddy, ta-ta-ta."

Semuanya sontak menoleh ke arah dimana seorang gadis yang duduk santai dengan salah satu kaki yang ia pangku. Kepalanya terus bergerak mengikuti alunan musik yang ia dengarkan. Kedua telinganya tersumbat oleh kedua earphone nirkabel berwarna putih.

"He love me, he give me all his money
That Gucci, Prada comfy
My sugar daddy, ta-ta-ta," ucapnya menyanyikan lagu barat itu.

Clara yang berada disebelah kiri Lauryn, melepaskan kedua earphone dari telinga Lauryn.

Lauryn membuka matanya saat lagunya menghilang. Dahinya berkerut dalam, saat melihat semua mata tertuju padanya. Cie elah.

Dengan wajah watadosnya Lauryn bertanya, "apa?"

"Oriel belum datang," jawab Anwar.

"Hm. Kalau gitu tinggal nunggu," balas Lauryn santai, "balikin earphone gue," pinta Lauryn pada Clara.

"Gak bisa," tolak Clara, "kita harus ada rencana cadangan jaga-jaga kalau Oriel gak datang," ucap Clara berani.

Lauryn tersenyum miring. "Kalau gitu lo aja yang mikir. Gue lagi rileksin badan sebelum main nanti."

"Lauryn," panggil Radit, "bener apa yang dibilang Clara, kita butuh rencana cadangan," lanjutnya.

Lauryn menghela nafas pasrah. "Lo semua pengen gue bikin rencana? Kenapa gak Deren? Bukannya dia yang selama ini bantu Oriel kalau masalah kayak gini."

"Ada. Cuma ngelibatin lo. Pilihannya dua, dengan Oriel atau tanpa sama sekali," jawab Deren, "tapi, emang lo mau main tanpa Oriel?" tanya Deren mengejek.

Ugh! Deren benar. Gak asik main kalau gak ada Oriel.

Lauryn mengetuk dagunya sebentar. "Bagi gue laptop, cepet," titah Lauryn. Ia menatap jam di tangannya seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Nih laptop gue, kak," ucap Putra yang memberikan sebuah laptop dan menaruhnya di pangkuan Lauryn. "Ambilin kabel sama ponsel hitam di tas gue."

Semuanya merasa penasaran dengan apa yang ingin Lauryn lakukan. Mereka berpindah ke belakang sofa Lauryn untuk melihat.

FATE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang