Tiada Hari tanpa Ulah

16.8K 1.1K 68
                                    

"Lo mau sampai kapan megangin tangan gue terus?" tanya Lauryn, "udah mirip tahanan aja gue sekarang." Lauryn terus mengikuti langkah kakinya Oriel yang membawanya ke arah kantin.

Jam istirahat sekolah, Oriel terus memegang tangannya. Meminta dilepas, juga percuma. Membuat Lauryn pasrah saja, toh ia juga merasa senang.

"Deren, ini papi Oriel maunya apa sih?" tanya Lauryn pada Deren yang mengikutinya dari belakang bersama yang lain.

"Gak tau," jawab Deren.

"Bantu lepasin gue dong," pinta Lauryn menoleh pada Radit, Anwar dan Brama.

Radit menggelengkan kepalanya pelan. "Gak mau. Ntar kita kena amuk, bahaya," tolaknya.

"Gue gak mau jadi samsak," ucap Brama, "masih ada kencan ntar malam."

Lauryn berdecak pelan. "Anak-anak gak bisa diandalkan. Harus banyak belajar lagi," ucap Lauryn, malas.

"Duduk," ucap Oriel pada Lauryn, ketika mereka sampai di kantin.

"Okay." Lauryn duduk di kursi panjang, tepat disebelah Oriel.

"Pesen makanan apa? Biar gue yang pesanin," tawar Anwar, "Lo juga ikut, Dit," ucap Anwar, santai.

"Kebiasaan, ujung-ujungnya minta temenin gue mulu," balas Radit, tapi ia mau saja mengikuti Anwar.

Anwar terkekeh. "Kan sodara," ucap Anwar, bercanda.

"Bolehlah," balas Radit, "jadi mau pada pesen apaan?" tanya Radit.

"Nasi goreng mang Udin," ucap Lauryn, semangat. Ia bahkan mengepalkan tangannya ke atas dengan semangat.

"Penggila nasi goreng mang Udin," cibir Brama.

"Gue fans utamanya," balas Lauryn senang, "bilangin ke mang Udin, nasi goreng spesial untuk nona Lauryn, penikmat nasi goreng kesukaannya," ucap Lauryn pada Anwar dan Radit, yang diangguki oleh keduanya.

"Yang lain?" tanya Anwar, lagi.

"Samain aja," balas Deren.

Brama mengangguk mengiyakan. "Minumannya es teh aja," balas Brama.

Lauryn tiba-tiba mengacungkan jari jempolnya, tepat di depan wajah Brama. "Anak pintar! Nasi goreng emang paling enak kalau minumnya sama es teh. Mommy bangga," ucap Lauryn, senang.

"Ryn. Lo bener-bener dah, suka banget bikin orang kaget," keluh Brama terkejut. Ia pikir tadi Lauryn akan meninju wajah gantengnya.

"Yaudah kita pesenin dulu," jawab Anwar. Radit mengikuti Anwar dari belakang.

Lauryn menatap Anwar dan Radit yang sudah pergi ke stand mang Udin. "Mereka berdua gak belok 'kan ya?" tanya Lauryn, ragu.

Brama yang sedang minum air mineral di botol kecil, seketika tersedak. "Lauryn! Baru juga gue bilangin tadi, biar gak bikin kaget orang," keluh Brama, lagi.

"Lah? Gue 'kan cuma nanya Brama Kumbara," balas Lauryn, "lo mah gak bisa bikin gue seneng apa ya?" tanya Lauryn, sedikit kesal.

Ia menyenderkan kepalanya pada lengan panjang Oriel. Tangannya menutup mulutnya yang menguap, menahan ngantuk.

"Jangan nyender," ucap Oriel.

Lauryn sedikit mendongak menatap wajah Oriel. "Kenapa?"

Oriel tidak menjawabnya. Laki-laki itu malah menjauhkan kepala Lauryn dari lengan kirinya. Lauryn bisa saja mendengar detak jantungnya kalau menempel seperti itu.

Lauryn berdecak kesal. Tapi, ia tidak menyerah. Ia ingin tidur sekarang. Ia melirik ke arah bawah Oriel, lalu tersenyum senang. Otaknya memang pintar.

FATE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang