Akhir Perseteruan

11K 991 86
                                    

Suasana hening terlalu kentara di dalam ruang UKS. Tidak ada dari mereka yang berani memulai pembicaraan. Mereka hanyut dalam keheningan yang disebabkan oleh Lauryn yang tidak biasa bersikap seperti ini.

Gadis itu asik menunduk tanpa gerakan sama sekali selama 15 menit berlalu. Jika biasanya Lauryn tidak bisa diam dan bawel, maka kali ini adalah kebalikan sifat gadis itu.

Deren berinisiatif untuk menawarkan sepotong roti yang sengaja ia beli di kantin sebelumnya pada Lauryn. Seingatnya gadis itu sama sekali belum makan sejak pagi.

"Makan," ucap Deren menawarkan.

"Ga-" belum sempat Lauryn menolaknya, suara pintu yang sengaja di tendang keras dari depan menginterupsi mereka yang berada di dalam UKS.

Brak!

Tepat di depan pintu, beberapa orang dengan wajah terlihat agak tua dan  berpakaian ala berandal muncul.

"Mana gadis yang bernama Lauryn?!" sentak seseorang dari mereka yang memiliki badan besar dengan tindikan di sebelah telinga kanannya.

Sedangkan beberapa orang dibelakangnya rata-rata memiliki tato di tangan dan leher. Membuat penampilan mereka menyeramkan.

Deren maju menghalangi jalan mereka untuk bertemu Lauryn. Gadis itu masih tetap menunduk tanpa mengatakan apapun. "Ada masalah apa kalian? Kenapa bisa masuk ke dalam sekolah ini?!" tanya Deren beruntun.

Kali ini ia tidak boleh kecolongan lagi. Suasana hati Lauryn sedang tidak bagus. Akan jadi masalah lagi, jika gadis itu turun tangan langsung.

Brama ikut maju, ia berdiri tepat di sebelah Deren. Matanya menatap tajam pada preman yang masih senang berdiri menantang di depannya.

Salah satu preman meludah ke sembarang arah. "Urusan kami hanya gadis itu. Lebih baik kalian minggir!" sentaknya.

"Kami tidak perlu mematuhi omongan preman seperti kalian!" balas Deren sengit, "kalian yang mulai disini!"

"Bang-"

Bugh

Deren lebih dulu menendang preman itu di bagian depan perut agar keluar dari UKS. "Kita berantem di luar!"

Wakil ketua REXITER's itu terlebih dahulu keluar disusul Brama yang ikut membantu Deren menghadapi ketiga preman itu.

Anwar menepuk sekilas salah satu bahu Lauryn. Ia tersenyum tipis. "Lo tunggu disini dulu sebentar ya, Ryn. Kali ini biar kita yang beresin," ucap Anwar. Ia pergi tanpa mendapatkan balasan dari Lauryn yang masih duduk terdiam.

Di luar lapangan kini sudah mulai ramai. Hujan rintik tidak menyurutkan Deren, Brama, Anwar dan Radit yang baru saja ikut bergabung untuk memukuli preman yang berani mencari masalah.

"Siapa yang suruh kalian?!" geram Deren. Ia mencengkram erat kerah kemeja kotak-kotak yang dipakai salah satu preman.

Preman itu memandang sinis pada Deren. Ia mengusap kasar ujung bibirnya yang sedikit robek akibat pukulan bocah di depannya.

Lauryn keluar dari ruang UKS. Ia masih mengamati sahabat Oriel yang menang melawan ketiga preman tersebut. Tidak lama ia keluar, Clara, Prisil dan Crista menghampirinya dan menanyakan keadaan tangannya. Tapi Lauryn tidak menjawab sama sekali. Matanya terfokus pada sesuatu yang baru saja datang.

Belum selesai Deren menginterogasi. Sebuah mobil pickup datang dari balik gerbang. Para sahabat Oriel cukup terkejut melihat mobil pickup itu membawa lebih dari 10 orang preman dengan penampilan urak-urakkan.

Preman dalam genggaman Deren kembali melawan. Ia mencengkram erat pergelangan tangan Deren dengan kedua tangannya. Ia lantas tertawa kencang. "Kami hanya perlu membawa Lauryn untuk kami bunuh," ucapnya memperingatkan, "jadi, lebih baik kalian tidak perlu ikut campur."

FATE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang